DIALOG SENSITIF, JAWABAN TEGAS: MUFTI MENYIBAK TABU DALAM WACANA ISLAM

Oleh: Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip Q&A dengan Masyarakat Non-Muslim Negeri Perlis. Ramadhan 2025 di Masjid Alwi Kota Kangar, Ibukota Negeri Perlis



🔎 Pertanyaan-pertanyaan panas tentang poligami, hijab, kebebasan beragama, hingga pernikahan Nabi dengan Aisyah kerap dijadikan bahan serangan terhadap Islam. Dalam dialog ini, Mufti menjawabnya secara akademik, rasional, dan penuh hikmah, sekaligus meruntuhkan prasangka yang selama ini dipelihara oleh ketidaktahuan.

PENGANTAR

Di era masyarakat majmuk seperti hari ini, pertanyaan-pertanyaan sensitif tentang agama kerap kali muncul, baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim. Mengapa Islam melarang penggambaran Nabi Muhammad? Bagaimana sebenarnya konsep poligami dipahami? Apakah Islam mendorong pemaksaan keyakinan kepada orang lain? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini sering dipandang tabu, bahkan dianggap berbahaya untuk diutarakan. Namun, justru dari sinilah titik tolak sebuah dialog intelektual yang sehat seharusnya dimulai.

Dialog publik bersama seorang Mufti ini menawarkan sebuah model: keterbukaan tanpa kehilangan prinsip. Jawaban-jawaban yang diberikan tidak hanya berpijak pada dalil Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi juga dikontekstualisasikan dengan realitas sosial, logika akal sehat, bahkan perbandingan lintas budaya dan sejarah. Di sinilah letak kekuatan Islam sebagai agama yang hidup — bukan sekadar doktrin kaku, melainkan panduan universal yang mampu menjawab keresahan manusia dari zaman ke zaman.


📘 Rangkuman Dialog Harmoni: Memahami Islam dalam Masyarakat Majemuk


Bagian 1: Pembukaan dan Konteks Acara

🎤 Moderator membuka acara buka puasa bersama yang dihadiri oleh komunitas multikultural Perlis, termasuk perwakilan dari:

  • Persatuan Buddha Perlis

  • Chinese Chamber of Commerce

  • Komunitas India

  • Komunitas Siam

  • Saudara Baru (Mualaf) yang aktif mengikuti kelas di Percim dan Hidaya Center

📌 Tujuan Acara:

  1. Berbagi Pesan Islam: Menyampaikan mesej Islam kepada semua pihak.

  2. Membangun Hubungan Harmonis: Mempererat hubungan antar bangsa dan agama di Perlis.

  3. Melanjutkan Inisiatif: Merupakan kelanjutan dari program sebelumnya seperti kunjungan ke persatuan non-Muslim dan pertemuan pemimpin agama di rumah Mufti.

📝 Ringkasan Bagian 1:
Acara ini adalah bagian dari strategi proaktif Pusat Kebijaksanaan Islam Perlis (Perlis Centre of Wisdom) untuk membangun harmoni dengan pendekatan khas Perlis, melalui dialog dan silaturahmi langsung.


Bagian 2: Pengenalan Praktik Ibadah di Masjid oleh Mufti

👨‍⚖️ Mufti menyambut hangat dan menjelaskan dasar-dasar aktivitas di masjid kepada tamu non-Muslim.

Sub-bab 2.1: Arah Kiblat dan Tata Cara Shalat

  • Qiblat: Umat Islam menghadap ke arah Ka'bah di Makkah saat shalat. Ini adalah simbol disiplin dan kesatuan, bukan menyembah Makkah.

  • Shaf (Barisan): Shalat dilakukan dalam barisan rapat yang dipimpin oleh seorang Imam. Makmum mengikuti semua gerakan Imam.

  • Pemisahan Area: Area shalat untuk laki-laki dan perempuan dipisah untuk menjaga kekhusyukan dan etika.

Sub-bab 2.2: Waktu Shalat Fardhu

Mufti menjelaskan waktu shalat lima waktu yang ditandai dengan azan (Adzān):

  1. Subuh: Sebelum matahari terbit.

  2. Zuhur: Setelah matahari tergelincir (sekitar tengah hari).

  3. Ashar: Sore hari (sekitar pukul 3–4 sore).

  4. Maghrib: Tepat setelah matahari terbenam (waktu berbuka puasa).

  5. Isya: Setelah cahaya merah di ufuk hilang (malam hari).

Sub-bab 2.3: Shalat Khusus di Bulan Ramadhan

  • Tarawih: Shalat sunnah berjamaah setelah Isya. Di Perlis biasanya 8 rakaat.

  • Tahajud/Qiyamullail: Shalat malam (biasanya sekitar pukul 3 pagi) yang sangat dianjurkan.

  • Penekanan: Shalat wajib tetap yang 5 waktu. Shalat sunnah adalah tambahan untuk mendapatkan pahala lebih.

📝 Ringkasan Bagian 2:
Penjelasan ini bertujuan untuk demistifikasi aktivitas di masjid, mengubahnya dari yang mungkin terlihat asing menjadi dapat dipahami sebagai ritual yang terstruktur, disiplin, dan penuh makna spiritual.


Bagian 3: Sesi Tanya Jawab

Moderator membuka sesi tanya jawab dengan insentif hadiah bagi penanya untuk mendorong partisipasi.


🔹 Pertanyaan 1: Larangan Melukis Gambar Nabi Muhammad

Penanya: Brother Sai (Non-Muslim)

❓ Pertanyaan: Mengapa Islam melarang penggambaran visual Nabi Muhammad?

👨‍⚖️ Jawaban Mufti:

  1. Prinsip Berdasarkan Fakta (Anti-Rekayasa): Islam sangat menekankan kebenaran faktual. Tidak ada satu pun gambar otentik Nabi Muhammad yang dibuat pada zamannya (1400 tahun lalu). Semua gambar yang beredar adalah rekaan dan palsu. Agama tidak boleh berdasarkan pada sesuatu yang direka.

  2. Pencegahan Penyembahan Berhala (Syirik): Islam melarang penyembahan kepada selain Allah. Nabi Muhammad adalah Rasul, bukan Tuhan. Jika ada gambarnya, dikhawatirkan umat yang lemah imannya akan menjadikannya objek pemujaan, yang merupakan dosa terbesar dalam Islam (Syirik).

  3. Menjaga Kemuliaan dan Otoritas: Penampilan fisik Nabi adalah bagian dari wahyu dan memiliki nilai yang dihormati. Jika orang membuat gambar yang tidak benar, orang akan meniru sesuatu yang keliru.

  4. Kesimpulan: Kecintaan kepada Nabi Muhammad ditanamkan dalam hati, bukan melalui gambar. Umat Islam membela Nabi dengan cara yang benar, bukan dengan meminta pertolongan kepadanya.

📝 Ringkasan Jawaban 1:
Larangan ini berakar pada perlindungan terhadap kemurnian akidah (aqidah), pencegahan syirik, dan penjagaan terhadap fakta sejarah dan otoritas kenabian.


🔹 Pertanyaan 2: Keseimbangan Dunia-Akhirat & Kekhusyukan Shalat

Penanya: Hadirin (Non-Muslim)

❓ Pertanyaan:

  1. Bagaimana Islam mengimbangi tuntutan duniawi dan ukhrawi?

  2. Bagaimana menjaga kekhusyukan (khusyu') dalam shalat yang dilakukan berulang kali agar tidak menjadi sekadar ritual?

👨‍⚖️ Jawaban Mufti:

Untuk Pertanyaan 1 (Dunia-Akhirat):

  • Islam menolak konsep kerahiban (meninggalkan dunia untuk ibadah saja). Nabi Muhammad melarang sahabat yang hanya ingin berpuasa, shalat malam, dan tidak menikah.

  • Islam menganut prinsip keseimbangan. Mufti mengutip sebuah hadits:

    Arabic Text:
    «إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا»

    Terjemahan:
    "Sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak atasmu, dirimu memiliki hak atasmu, dan keluargamu memiliki hak atasmu." (HR. Bukhari)

    Aplikasi: Seorang Muslim wajib bekerja mencari nafkah untuk memenuhi hak diri dan keluarganya, disamping juga memenuhi hak Allah dengan beribadah. Muslim yang hanya duduk di masjid dan meminta-minta bukanlah Muslim yang baik.

Untuk Pertanyaan 2 (Kekhusyukan Shalat):

  • Shalat bukan hanya gerakan fisik, tetapi dimulai dengan cinta dan kerinduan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

  • Inti dari beragama adalah merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup. Jika shalat terasa hampa, berarti seseorang belum mencapai hakikat agama.

  • Setiap shalat adalah kesempatan untuk memohon bimbingan. Mufti menekankan pentingnya doa untuk semua orang, terlepas dari agamanya:

    Doa Universal: "Wahai Tuhan yang benar, tunjukkanlah aku jalan yang lurus." (Ihdinash shirathal mustaqim). Doa ini agar setiap orang memilih jalan yang benar dalam hidupnya.

  • Kenyataan: Memang ada Muslim yang malas shalat. Namun, bagi yang merasakan kedekatan dengan Tuhan, shalat justru menjadi kebutuhan jiwa.

📝 Ringkasan Jawaban 2:
Islam adalah agama keseimbangan. Ibadah dan kerja duniawi berjalan beriringan. Kekhusyukan shalat datang dari niat tulus untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan kesadaran akan kehadiran-Nya, bukan dari rutinitas belaka.


🔹 Pertanyaan 3: Dakwah dan Ajakan Masuk Islam

Penanya: Uncle (Non-Muslim)

❓ Pertanyaan:
Mengapa orang Islam begitu aktif mengajak orang non-Muslim untuk masuk Islam? ("Kau agamamu, aku agamaku").

👨‍⚖️ Jawaban Mufti:

  1. Larangan Memaksa: Mufti menegaskan bahwa memaksa orang masuk Islam adalah haram dan dosa. Tidak boleh dengan ancaman, pemutusan bantuan, apalagi kekerasan.

  2. Islam untuk Semua: Islam bukan agama etnis (Melayu, Arab, dll). Islam adalah agama dari Tuhan untuk seluruh alam (Rabbil 'alamin). Masuk Islam tidak berarti menjadi Melayu; seseorang bisa tetap mempertahankan identitas budayanya (Cina, India, dll).

  3. Bukan Diskriminatif: Seorang Muslim yang baik tidak boleh membenci kelompok mana pun karena suku dan bangsa adalah takdir Tuhan, bukan pilihan.

  4. Motivasi Dakwah: Berbagi Kebaikan (Sharing the Goodness)

    • Orang Islam percaya bahwa Islam adalah jalan kebenaran yang membawa kebahagiaan dan ketenangan.

    • Motivasi dakwah adalah cinta (love) dan keinginan untuk berbagi kabar baik ini, seperti halnya merekomendasikan produk yang bagus kepada teman.

    • Ada keyakinan bahwa mengajak orang kepada kebaikan (dakwah) akan mendapat pahala (reward) dari Allah.

📝 Ringkasan Jawaban 3:
Dakwah dalam Islam didorong oleh rasa cinta dan tanggung jawab untuk berbagi kebenaran, bukan oleh paksaan atau chauvinisme etnis. Prinsip dasarnya adalah "Tidak ada paksaan dalam agama" (La ikraha fid-din).


🔹 Pertanyaan 4: Poligami dalam Islam

Penanya: Aunty (Non-Muslim)

❓ Pertanyaan:
Mengapa hanya laki-laki yang boleh berpoligami (polygamy)? Mengapa tidak ditetapkan monogami saja?

👨‍⚖️ Jawaban Mufti:

  1. Bukan Kewajiban dan Ada Syarat Ketat: Poligami (maksimal 4 istri) bukanlah kewajiban dan tidak untuk semua orang. Syarat mutlaknya adalah keadilan. Jika tidak mampu berbuat adil, cukup satu istri (seperti dalam QS. An-Nisa: 3).

  2. Tanggung Jawab Ekonomi yang Besar: Suami adalah provider dan protector utama. Dia wajib menafkahi semua istri dan anak-anaknya secara adil, baik istri kaya maupun miskin. Ini beban finansial yang sangat besar.

  3. Alasan Logis Larangan Poliandri (Polyandry):

    • Masalah Nasab: Akan sangat sulit menentukan ayah dari seorang anak jika seorang wanita memiliki banyak suami.

    • Konflik dan Kecemburuan Laki-Laki: Sifat alami laki-laki sebagai pelindung (protector) membuatnya sulit untuk berbagi pasangan. Hal ini berpotensi besar memicu konflik kekerasan bahkan pembunuhan.

    • Kodrat dan Fitrah: Secara psikologis dan biologis, wanita umumnya lebih membutuhkan perlindungan dan kesetiaan. Poliandri bertentangan dengan fitrah dan martabat kebanyakan wanita.

📝 Ringkasan Jawaban 4:
Poligami dalam Islam adalah sebuah izin (rukhsah) dengan syarat yang sangat ketat, bukan anjuran apalagi kewajiban. Larangan poliandri didasarkan pada pertimbangan praktis, sosiologis, dan psikologis untuk menjaga ketertiban sosial, kejelasan nasab, dan martabat wanita.


🔹 Pertanyaan 5: Membaca Al-Quran dalam Huruf Latin (Rumi)

Penanya: Abdulmanan (Muslim)

❓ Pertanyaan:
Apakah boleh membaca Al-Quran yang ditulis dalam huruf Latin (Rumi)? Apakah dapat pahala? Beberapa ustaz melarang.

👨‍⚖️ Jawaban Mufti:

  • Huruf Latin Tidak Mencukupi: Huruf Latin tidak memiliki karakter yang tepat untuk melafalkan beberapa huruf Arab dengan benar (seperti ḥāʾ, ʿayn, ḍād). Membaca dengan Rumi berisiko pada pengucapan yang salah.

  • Dibolehkan sebagai Jalan Sementara dengan Syarat: Bagi pemula atau mualaf yang belum bisa membaca huruf Arab, diperbolehkan menggunakan transliterasi Latin asalkan:

    1. Ada Pembimbing: Ada guru yang membetulkan bacaannya.

    2. Sambil Belajar: Sambil itu, ia harus bersungguh-sungguh belajar membaca Al-Quran dengan huruf Arab yang benar.

  • Prinsip: Muslim harus saling membantu (Muslim supports each other) dalam belajar.

📝 Ringkasan Jawaban 5:
Tujuannya adalah membaca dengan benar. Transliterasi Latin adalah sarana bantu belajar (wasilah) yang dibolehkan secara kondisional, bukan tujuan akhir. Keutamaan tetap pada membaca dengan mushaf Arab.


🔹 Pertanyaan 6: Pernikahan Nabi Muhammad dengan Aisyah r.a.

Penanya: Chin Siu Moi (Kristen)

❓ Pertanyaan:
Benarkah Nabi Muhammad menikahi Aisyah yang berusia 9 tahun? Bukankah itu salah?

👨‍⚖️ Jawaban Mufti:

  1. Konteks Historis (Sejarah vs. Modern): Pada zaman dahulu, standar kedewasaan berbeda. Seorang dianggap dewasa dan siap menikah setelah baligh (pubertas), yang bisa terjadi lebih awal, terutama di daerah beriklim panas.

  2. Fakta yang Terlupakan: Praktik pernikahan usia muda adalah norma global pada masa itu, bukan hanya di Arab. Mufti memberi contoh: Isabella dari Perancis menikah dengan Raja Richard II dari Inggris pada usia 7 tahun. Nenek moyang di China dan Melayu juga banyak yang menikah pada usia 11–12 tahun.

  3. Tidak Pernah Menjadi Isu pada Zamannya: Musuh-musuh Nabi yang selalu mencari kesalahan tidak pernah sekali pun mencela pernikahan ini. Ini membuktikan bahwa praktik tersebut diterima secara sosial pada masa itu.

  4. Perbandingan Modern: Hingga hari ini, beberapa negara bagian di AS masih memperbolehkan pernikahan di bawah usia 18 tahun dengan persetujuan orang tua.

📝 Ringkasan Jawaban 6:
Menyalahkan Nabi atas pernikahannya dengan Aisyah adalah contoh dari presentisme (menilai masa lalu dengan standar dan nilai-nilai masa kini). Untuk memahami sejarah, kita harus melihatnya dalam konteks norma sosial dan budaya yang berlaku pada zamannya.


Bagian 4: Penutup

Acara ditutup dengan pembagian hadiah simbolis kepada para penanya dan akan dilanjutkan dengan buka puasa bersama, dimana dialog informal masih dapat berlanjut.

📝 Ringkasan Akhir Dialog:
Dialog ini sukses menciptakan ruang aman untuk pertanyaan-pertanyaan kritis dan seringkali sensitif. Mufti menjawab dengan pendekatan yang:

  • Akademik: Berlandaskan pada dalil (Al-Quran, Hadits) dan konteks historis.

  • Edukatif: Menjelaskan dengan analogi yang mudah dipahami.

  • Rasional: Menekankan logika dan prinsip universal (seperti keadilan, cinta, dan konteks sejarah).

  • Moderat dan Inklusif: Menegaskan prinsip-prinsip Islam yang inklusif (Rabbil 'alamin), anti-diskriminasi, dan menolak paksaan.

Dialog semacam ini efektif dalam membangun jembatan pemahaman, mendekonstruksi prasangka, dan mempromosikan harmoni sejati dalam masyarakat majemuk.


KHAZANAH


🕌 Metode Istimbāṭ Mufti dalam Setiap Jawaban

Bagian 2: Pengenalan Praktik Ibadah di Masjid

🔹 Sub-bab 2.1 – 2.3 (Kiblat, Waktu Shalat, Tarawih, Tahajud)

Metode Istimbāṭ yang digunakan:

  1. Dalil Naqli (teks wahyu) → Mufti menjelaskan kiblat, waktu shalat, dan tarawih dengan merujuk langsung pada ketetapan syariat dari Al-Qur’an dan Sunnah.

    • Contoh: kiblat ke Ka‘bah (QS. Al-Baqarah: 144), waktu shalat (hadits Jibril tentang mengajarkan waktu shalat).

  2. Aspek Maqāṣid al-Syarī‘ah → menekankan hikmah ibadah: disiplin, kesatuan, menjaga khusyuk.

  3. Pendekatan Tashhīl (memudahkan) → untuk audiens non-Muslim, mufti tidak masuk ke khilafiyah detail, tapi menjelaskan esensi.

👉 Pelajaran untuk pelajar ushul: Dalam menjelaskan ibadah dasar, mulailah dari nash yang qath‘ī (pasti), lalu sebutkan hikmah yang universal agar mudah dipahami oleh orang luar.


Bagian 3: Sesi Tanya Jawab

🔹 Pertanyaan 1: Larangan Menggambar Nabi

Metode Istimbāṭ:

  1. Dalil Naqli: larangan syirik dan larangan mengada-adakan dalam agama (QS. Al-Ikhlāṣ, hadits “Man kadhaba ‘alayya…”).

  2. Dalil ‘Aqli (rasional): menekankan fakta sejarah → tidak ada gambar otentik Nabi.

  3. Sadd al-Dharā’i (menutup jalan kepada kerusakan): menghindari potensi penyembahan gambar Nabi.

  4. Tashhīn al-Ma‘nā (memuliakan makna): menjaga kehormatan Nabi dengan tidak mengotak-atik visualnya.

👉 Pelajaran: Gunakan kombinasi nas + logika + kaidah sadd al-dharā’i untuk menjawab pertanyaan yang rawan salah paham.


🔹 Pertanyaan 2: Keseimbangan Dunia–Akhirat & Khusyuk Shalat

Metode Istimbāṭ:

  1. Dalil Naqli (hadits shahih Bukhari): “Sesungguhnya Tuhanmu punya hak atasmu…”

  2. Kaidah Fiqhiyyah: “Al-wasaṭiyyah” (moderasi, keseimbangan) → menolak ekstrim zuhud ala rahbaniyah.

  3. Dalil ‘Aqli: bekerja, menikah, dan berkeluarga adalah bukti implementasi hak-hak manusia.

  4. Pendekatan Tazkiyah (pembersihan jiwa): shalat bukan sekadar ritual, tetapi pengalaman ruhani.

👉 Pelajaran: Gunakan hadits sahih untuk menegakkan prinsip, lalu jelaskan maqasid syariah (keseimbangan, kebahagiaan) agar masuk akal bagi awam.


🔹 Pertanyaan 3: Dakwah dan Ajakan Masuk Islam

Metode Istimbāṭ:

  1. Dalil Naqli: “Lā ikrāha fid-dīn” (QS. Al-Baqarah: 256).

  2. Maqāṣid: Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil-‘ālamīn).

  3. Dalil ‘Aqli: analogi “sharing the goodness”, seperti merekomendasikan hal bermanfaat.

  4. Qawā‘id Dakwah: al-da‘wah bi al-ḥikmah (QS. An-Naḥl: 125).

👉 Pelajaran: Jawaban mufti menunjukkan metodologi dakwah → gunakan dalil larangan memaksa, lalu jelaskan motif dakwah sebagai cinta, bukan dominasi.


🔹 Pertanyaan 4: Poligami dalam Islam

Metode Istimbāṭ:

  1. Dalil Naqli: QS. An-Nisā’: 3 tentang poligami dengan syarat adil.

  2. Syarat Syar‘i: adil dalam nafkah dan hak istri.

  3. Dalil ‘Aqli – Sosiologis:

    • Masalah nasab jika poliandri.

    • Potensi konflik kecemburuan laki-laki.

  4. Maqāṣid: menjaga keturunan (ḥifẓ al-nasab), menjaga martabat wanita.

👉 Pelajaran: Saat menjawab isu sensitif, gabungkan nas + maqasid + pertimbangan sosial. Jangan hanya tekstual, tapi jelaskan hikmah praktis.


🔹 Pertanyaan 5: Membaca Al-Qur’an dengan Huruf Latin

Metode Istimbāṭ:

  1. Dalil Naqli: pentingnya membaca Qur’an dengan tartīl (QS. Al-Muzzammil: 4).

  2. Dalil ‘Aqli: huruf Latin tidak bisa mewakili bunyi asli Arab.

  3. Kaedah Ushuliyyah: “Mā lā yudraku kulluh lā yutraku kulluh” (apa yang tidak bisa didapat sempurna, jangan ditinggal seluruhnya).

  4. Kaidah Ta‘līmiyyah: dibolehkan sebagai sarana belajar, bukan tujuan akhir.

👉 Pelajaran: Mufti memakai kaidah fiqhiyyah praktis untuk mengatur solusi sementara sambil menjaga standar syar‘i.


🔹 Pertanyaan 6: Pernikahan Nabi dengan Aisyah

Metode Istimbāṭ:

  1. Dalil Naqli: hadits-hadits sahih Bukhari-Muslim yang meriwayatkan usia Aisyah.

  2. Asbāb Ta’rīkhiyyah (konteks sejarah): standar usia baligh di zaman Nabi berbeda dengan modern.

  3. Dalil ‘Aqli – Perbandingan Global: praktik serupa juga ada di Eropa dan Asia.

  4. Prinsip Ushul: al-‘ādah muḥakkamah (adat/kebiasaan menjadi pertimbangan hukum).

  5. Metode Defensif (Radd al-Syubhāt): menunjukkan bahwa musuh Nabi saat itu pun tidak menjadikan isu ini sebagai kritik.

👉 Pelajaran: Saat menghadapi tuduhan orientalis, gunakan gabungan teks, sejarah, perbandingan budaya, dan kaidah ushul.


📌 Kesimpulan Metodologi Mufti

Dari semua jawaban, dapat ditarik pola istimbāṭ berikut:

  1. Memulai dari nash (Al-Qur’an/Hadits) sebagai fondasi.

  2. Menggunakan kaidah ushul fiqh & qawa‘id fiqhiyyah untuk memperluas pemahaman.

  3. Menambahkan maqāṣid syariah (hikmah di balik hukum) agar relevan.

  4. Menguatkan dengan dalil ‘aqli (logika, sejarah, sosiologi) untuk audiens beragam.

  5. Menjaga moderasi → menolak ekstrem kiri (liberal) dan kanan (tekstualis kaku).

👉 Pelajaran besar untuk pelajar ushul: Seorang mufti tidak berhenti pada “ini halal, ini haram,” tapi menguraikan dalil, hikmah, dan konteks sehingga hukum terasa hidup dan aplikatif.