๐งญ Saat Politik Menjadi Ujian Bagi Dakwah Salafiyah
Dalam sejarah pemikiran Islam, tidak ada topik yang lebih sensitif sekaligus strategis selain politik. Ia bisa menjadi ladang maslahat, tapi juga bisa berubah menjadi sumber fitnah yang membinasakan. Maka, pembahasan tentang hubungan antara manhaj Salaf dan realitas politik bukan sekadar diskursus fiqih kekuasaan, tapi juga ujian kedewasaan dalam menimbang maslahat dan mafsadah.
๐ Ironisnya, banyak yang tergesa-gesa menilai bahwa kalangan yang mengikuti manhaj Salaf adalah kaum yang “tidak peduli politik”, “pasrah pada penguasa”, atau bahkan “menghalalkan kediktatoran”. Label semacam ini bukan hanya menyederhanakan realitas, tapi juga menunjukkan kebingungan antara diam yang strategis dan kompromi yang prinsipil.
๐ Padahal jika kita cermati warisan para ulama Salaf, kita akan temukan bahwa mereka tidak satu suara dalam strategi menghadapi kekuasaan. Ada yang memilih jalur tarbiyah, ada yang memilih jalur nasihat diam-diam, ada pula yang menulis dan menasihati dengan pena dan hikmah. Perbedaan itu bukan tanda kelemahan, tapi cermin kekayaan ijtihad dalam bingkai usul yang sama: menjaga agama, menolak kezaliman, dan tidak membuka pintu darah.
๐ฃ Akan tetapi, zaman ini menghadirkan ujian baru. Ketika banyak kelompok Islam terjun bebas ke dalam politik praktis—terjebak dalam ambisi kekuasaan, atau sebaliknya menjadi alat penguasa—maka suara dakwah Salaf seringkali terdengar seperti asing. Tidak sedikit yang bertanya: “Kenapa tidak ikut berebut kursi?”, “Kenapa diam terhadap kemungkaran pemimpin?”, bahkan yang lebih kejam, “Apakah Salafi itu pro penguasa zalim?”
๐ง Maka tadzkirah ini hadir untuk meluruskan simpul yang kusut. Ia bukan pembelaan terhadap pihak tertentu, melainkan penegasan bahwa manhaj Salaf punya pendekatan sendiri dalam menyikapi politik—pendekatan yang dibangun atas dasar ilmu, hikmah, dan maslahat syar'i. Sebuah pendekatan yang tidak silau oleh mikrofon demokrasi, dan tidak pula gentar menghadapi fitnah dunia.
๐ฌ Jika hari ini umat Islam bingung menentukan sikap: antara ikut dalam gerbong politik pragmatis atau menarik diri dalam apatisme yang tidak produktif, maka tadzkirah ini menawarkan jalan tengah. Jalan yang tidak membutakan mata dari realitas, tetapi juga tidak merusak peta maslahat demi ambisi kosong.
๐ก️ Manhaj Salaf tidak mengajarkan pemberontakan tanpa ilmu, tidak pula mengajarkan loyalitas buta terhadap penguasa. Ia mengajarkan tarbiyah sebelum takhta, ilmu sebelum aksi, dan maslahat umat di atas popularitas pribadi.
๐ก Inilah yang perlu didudukkan dengan tenang dan ilmiah: Bahwa politik bukan musuh, tapi juga bukan segala-galanya. Dan jika umat ingin menyambung kejayaan Islam, mereka harus mulai dari pondasi—bukan atapnya.
๐ Rangkuman Faedah
๐ 1. Kritik terhadap Generalisasi dalam Menilai Salaf
✨ Banyak orang yang salah paham ketika membahas topik “Salaf dan
Politik.”
๐ง Mereka menyangka bahwa jika satu orang Salafi tidak aktif dalam urusan
politik, maka semua pengikut manhaj Salaf pasti bersikap sama.
๐ Padahal, manhaj Salaf adalah pendekatan ilmu dan amal yang luas, bukan
satu watak homogen atau gerakan tertutup yang seragam. Generalisasi adalah
bentuk ketidakadilan ilmiah.
๐ 2. Politik Menurut Pandangan Islam: Bagian dari Agama, Bukan Sekuler
๐ Islam tidak memisahkan antara agama dan urusan pemerintahan (al-dฤซn wa al-dawlah).
๐ Politik dalam Islam adalah bagian dari syariat karena menyangkut
kemaslahatan umat.
๐ Dalam sejarah, Rasulullah ๏ทบ sendiri memerintah negara di Madinah.
Sahabat-sahabat beliau juga memegang tampuk pemerintahan. Maka politik
bukan sesuatu yang haram atau tabu.
๐งญ Namun, keterlibatan politik memiliki syarat, tanggung jawab, dan adab
yang harus diikuti.
๐งฑ 3. Tiga Kategori dalam Menyikapi Politik: Salafiyah Tidak Satu Warna
๐งฉ Dalam manhaj Salaf, terdapat keragaman pendekatan terhadap politik, dibagi menjadi tiga kategori:
a. ๐น Golongan Ilmiyyฤซn (Fokus pada Ilmu)
-
Mereka ini adalah para ulama dan thullฤb al-‘ilm yang berorientasi pada pendidikan umat dan pembinaan akidah.
-
Tidak masuk ke arena politik praktis karena fokus mereka adalah islah (perbaikan) dari bawah, melalui akidah, ibadah, dan manhaj yang lurus.
-
Mereka yakin bahwa perubahan yang hakiki lahir dari akar—bukan dari pucuk kekuasaan.
b. ๐น Golongan Yang Terlibat Politik Aktif secara Terbatas
-
Ada pula dari kalangan yang berusaha masuk ke struktur politik demi maslahat tertentu, namun tetap menjaga prinsip Salaf dan menjauhi hizbiyyah (fanatisme golongan).
-
Keterlibatan mereka bukan karena mencintai kekuasaan, tapi karena ingin menjadi penyeimbang dan penyambung nasihat kepada penguasa.
c. ๐น Golongan yang Berlebihan atau Salah Kaprah
-
Sebagian kecil individu, karena kurang ilmu atau karena semangat yang tidak terkawal, justru terjebak dalam retorika politik ekstrem, provokatif, atau bahkan memberontak.
-
Mereka kadang menyeret manhaj Salaf ke dalam fitnah, padahal manhaj Salaf tidak bertanggung jawab atas tindakan individu yang menyimpang.
๐ง 4. Politik Tidak Harus Selalu Dimaknai sebagai Kekuasaan
⚖️ Politik bukan hanya soal pemilu, partai, dan jabatan. Dalam Islam,
politik adalah
tadbir (pengaturan)
urusan umat.
๐ฌ Seorang dai yang mengarahkan umat, membina keluarga, menasihati
penguasa, dan menjaga stabilitas masyarakat—semuanya bagian dari politik
dalam pandangan syar'i.
๐งฉ Maka,
tidak semua yang tidak duduk di kursi kekuasaan berarti tidak
berpolitik.
๐ฏ 5. Fitnah Akibat Politik Tanpa Ilmu
๐ฅ Tadzkirah ini juga memperingatkan bahaya dari
berpolitik tanpa ilmu dan kedewasaan.
๐ Retorika kosong, agitasi, dan klaim atas nama Islam tanpa kaidah
seringkali menimbulkan fitnah, kehancuran umat, dan menjauhkan masyarakat
dari agama itu sendiri.
⛓️ Contohnya: perpecahan umat karena fanatik terhadap partai, pengkafiran
penguasa tanpa ilmu, hingga pemberontakan bersenjata yang justru membunuh
kaum Muslimin sendiri.
๐งญ 6. Salafiyah Bukan Kelompok Politik, tapi Gerakan Ilmu dan Islah
๐ก Salafiyah bukan kelompok yang berebut kursi. Ia adalah gerakan
pembaharuan (tajdฤซd) yang
berbasis pada ilmu, sunnah, dan akidah murni.
๐ฟ Perubahan yang dikehendaki oleh manhaj Salaf adalah perubahan dari
dalam: memperbaiki individu, membina keluarga, meluruskan pemahaman,
sebelum membenahi sistem.
๐ 7. Hubungan dengan Penguasa: Prinsip Wala’ dan Nasihat
๐ก️ Manhaj Salaf sangat ketat dalam urusan
amar ma‘rลซf nahi munkar terhadap penguasa.
๐ Prinsipnya: menasihati penguasa harus dengan adab, bukan dengan
pemberontakan atau caci maki di mimbar.
๐ฃ Mereka menghindari menyebarkan aib penguasa secara publik demi menjaga
keamanan dan stabilitas umat.
๐ค Mereka tidak memihak penguasa secara membuta, tapi
berusaha menjadi penasihat yang jujur dan adil.
๐ฌ 8. Bahaya Takfฤซr dan Revolusi Berdarah
⚠️ Banyak gerakan Islam hari ini jatuh ke dalam
fitnah takfฤซr (pengkafiran)
terhadap penguasa dan sistem.
๐ช Dari sinilah munculnya pemberontakan, terorisme, dan tumpahnya darah
kaum Muslimin.
๐ Manhaj Salaf melarang pemberontakan bersenjata tanpa dasar yang sah
secara syar‘i dan maslahat yang nyata.
๐ Islam tidak membenarkan menjatuhkan pemimpin hanya karena maksiat,
selama ia masih menegakkan salat.
๐งญ 9. Dakwah Salafiyah Adalah Jalan Jangka Panjang
๐ชด Dakwah Salaf bukan jalan singkat. Ini adalah proyek
100 tahun, bukan 5
tahun.
๐ Perubahan tidak terjadi lewat pemilu, tapi lewat pendidikan yang
mendalam, sabar dalam membina umat, dan keteguhan pada sunnah.
๐ Banyak negara yang mengalami perubahan sistem politik secara cepat,
tapi tidak menghasilkan masyarakat yang lebih baik, karena
akarnya tidak dibangun—yakni akidah dan ilmu.
๐คฒ 10. Kewajiban Menjaga Persatuan Umat
๐ซฑ Manhaj Salaf menjunjung tinggi
ukhuwah Islamiyah dan
menghindari perpecahan.
๐ซ Tidak mudah memvonis sesat hanya karena perbedaan strategi dalam
berdakwah atau bersikap terhadap politik.
๐ง Perbedaan strategi adalah bagian dari fiqh waqi’, bukan alasan untuk
menjatuhkan satu sama lain.
Kesimpulan Ilmiah dan Reflektif
Tadzkirah ini menunjukkan bahwa manhaj Salaf bukan alergi terhadap politik, melainkan memiliki pendekatan yang matang, bertingkat, dan penuh hikmah. Mereka tidak menolak keterlibatan politik, tapi menolak fitnah, fanatisme, dan pemberontakan tanpa ilmu.
Politik bukan jalan utama perubahan, tapi salah satu cabang dari proyek besar bernama dakwah dan tarbiyah. Maka jangan sempitkan Islam hanya pada parlemen. Dan jangan pula hina ulama yang memilih mendidik umat dari balik mimbar tanpa mikrofon politik.