MENGANGKAT CELAAN DARI PARA IMAM MUJTAHID

Mengupas rahasia di balik perbedaan pendapat ulama besar dan sahabat Nabi ﷺ, membedah prinsip adab berilmu agar hormat kepada tokoh tidak berubah menjadi pembelaan membuta, sekaligus mengajak untuk berani mengikuti dalil tanpa terjerumus pada sikap merendahkan pendahulu. Raf‘u al-Malām ‘an al-A’immah al-A‘lām ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, sebuah karya yang menelusuri alasan di balik perbedaan pendapat para ulama besar. 


Oleh: Shahibus Samahah Dato Dr. MAZA - Mufti Kerajaan Negeri Perlis - Arsip Perkampungan Sunnah Siri ke 4 Tema: Kegemilangan Para Imam Mujtahid, Tarikh 2017 di Negeri Perlis, Sesi 1

Pengantar

Ilmu fiqh kerap dipersepsikan sebagai kumpulan hukum baku yang diwariskan turun-temurun, seolah turun begitu saja dari langit, siap pakai, dan tak pernah keliru. Namun, benarkah para imam mazhab dan sahabat Nabi ﷺ selalu mengetahui dan mengamalkan setiap hadis sahih yang ada? Bagaimana jika ternyata sebagian fatwa mereka berbeda dari hadis, bukan karena sengaja menentang sunnah, tetapi karena keterbatasan informasi, perbedaan penafsiran, atau keyakinan bahwa hukum tertentu telah di-mansukh? Inilah “ranjau” intelektual yang dibongkar oleh Ibn Taymiyyah dalam Raf‘u al-Malām ‘an al-A’immah al-A‘lām—sebuah risalah yang beliau tulis untuk menjelaskan sebab-sebab perbedaan fatwa para ulama besar, sekaligus mengangkat celaan terhadap mereka.

Pembahasan ini menggugat kenyamanan intelektual kita: mengajak berhenti memitoskan manusia, betapapun tinggi kedudukannya, dan kembali menimbang setiap pendapat di atas timbangan dalil. Hormat kepada ulama tetap wajib, namun mengakui kemungkinan keterbatasan mereka—dan siap meninggalkan pendapat mereka jika dalil sahih menuntut demikian—adalah tanda iman. Sebuah ajakan untuk berani kritis tapi tawadhu‘, tegas pada kebenaran namun tetap santun dan beradab dalam berilmu, persis seperti tujuan awal Ibn Taymiyyah ketika menulis karya ini.


Rangkuman / Faedah 

1. Latar Belakang Kitab & Tujuan Penulisan 📜

  • Kitab: Raf‘u al-Malām ‘an al-A’immah al-A‘lām karya Ibn Taymiyyah.

  • Makna Judul: Mengangkat celaan terhadap imam-imam besar.

  • Tujuan:

    • Menjelaskan bahwa para ulama besar bisa keliru, lupa, atau belum mengetahui hadis tertentu.

    • Mengajak agar kita tidak mencela mereka, tapi tetap mengikuti kebenaran yang lebih kuat dari sisi dalil.

  • Metode: Menghimpun contoh riil dari zaman sahabat, tabi‘in, dan imam mazhab.


2. Prinsip Dasar yang Ditekankan Ibn Taymiyyah 🕌

  • Tidak ada imam yang sengaja menyelisihi sunnah Nabi ﷺ.

  • Kaedah:

    "Setiap perkataan manusia bisa diambil dan ditinggalkan, kecuali Rasulullah ﷺ."

  • Jika ada pendapat ulama bertentangan dengan hadis sahih, pasti ada ‘udzur (alasan syar‘i) yang membenarkan hal tersebut.


3. Tiga Penyebab Utama Perbedaan Pendapat Ulama 🔍

  1. Hadis tidak sampai kepada beliau

    • Bisa karena sanad berbeda, atau belum tersebar ke daerahnya.

  2. Hadis sampai, tapi dipahami dengan makna berbeda

    • Tafsiran konteks atau maksud hadis berbeda dari yang umum difahami.

  3. Berkeyakinan bahwa hukum dalam hadis sudah mansūkh (dihapus)

    • Menganggap dalil tersebut berlaku di awal, lalu diganti dengan hukum baru.


4. Contoh Kasus (Disusun Kronologis) 📚

4.1. Kasus Talak Tiga & Nikah Tahlil

  • Zahir Ayat: Mengizinkan rujuk setelah talak tiga tanpa syarat hubungan intim.

  • Hadis Sahih Aisyah: Mensyaratkan jima‘ dengan suami baru.

  • Pelajaran: Sa‘īd bin al-Musayyib berfatwa sesuai zahir ayat karena hadis belum sampai kepadanya.

4.2. Tawaf Wada‘ bagi Perempuan Haid

  • Hadis Umum: Semua jamaah haji harus tawaf wada‘ sebelum meninggalkan Mekah.

  • Hadis Khusus: Pengecualian bagi wanita haid yang sudah tawaf ifadah.

  • Pelajaran: Sebagian ulama tidak mengetahui hadis pengecualian ini sehingga fatwanya berbeda.

4.3. Hadis-Hadis yang Tidak Sampai kepada Umar bin al-Khattab

  • Kasus Abu Musa al-Asy‘ari: Izin masuk rumah tiga kali → Umar minta bukti hadis.

  • Kasus Taun di Syam: Umar tidak tahu larangan masuk/keluar dari daerah wabah hingga diberitahu Abdurrahman bin ‘Auf.

  • Kasus Sujud Sahwi: Umar tidak tahu tata cara yang diajarkan Nabi ﷺ, diberitahu sahabat lain.

4.4. Perbedaan Fatwa Sahabat

  • Wangi-wangian saat ihram: Umar melarang, Aisyah membolehkan sesuai hadis.

  • Masa sapu khuf: Umar membolehkan tanpa batas, Ali membatasi (1 hari untuk mukim, 3 hari untuk musafir).

  • Iddah wanita hamil ditinggal mati: Ibn Abbas memanjangkan, hadis Nabi ﷺ memendekkan.


5. Kesimpulan Besar Ibnu Taymiyyah 💡

  • Sahabat dan imam besar paling mulia pun pernah terlepas hadis tertentu.

  • Lebih mungkin ulama setelah mereka juga terlepas hadis.

  • Mustahil ada satu imam yang menguasai semua hadis sahih.

  • Bila ada pendapat ulama yang bertentangan dengan hadis sahih, ikutilah hadis dengan tetap menjaga adab kepada ulama tersebut.