📖 1. Sambutan Imam Muhammad bin Su‘ūd kepada Syaikh:
قال الإمام محمد بن سعود للشيخ محمد بن عبد الوهاب: “أبشر ببلاد خير من بلدك، وأبشر بالعز والمنعة.”
Bergembiralah, engkau akan tinggal di negeri yang lebih baik dari negerimu. Dan bergembiralah pula dengan kemuliaan dan kekuatan.
Ucapan ini menandai kesiapan Imam Muhammad bin Su‘ūd untuk menjadi penjamin politik dan pelindung dakwah tauhid, serta bentuk keterbukaannya terhadap ajakan pembaruan keagamaan.
📖 2. Jawaban Syaikh Muhammad bin ‘Abd al-Wahhāb:
فقال له الشيخ: “وأنا أبشرك بالعز والتمكين، وهذه الكلمة (لا إله إلا الله)، من تمسك بها وعمل بها ونصرها، ملك بها البلاد والعباد. وهي كلمة التوحيد، وأول ما دعت إليه الرسل من أولهم إلى آخرهم.”
Dan aku pun membawa kabar gembira untukmu: kemuliaan dan kekuasaan akan engkau raih. Kalimat ini—lā ilāha illallāh—barang siapa yang berpegang teguh padanya, mengamalkannya, dan membelanya, niscaya akan menguasai negeri dan manusia. Inilah kalimat tauhid, dan merupakan seruan pertama yang disampaikan oleh para rasul, dari yang pertama hingga yang terakhir.
Pernyataan ini menunjukkan landasan teologis dakwah sang syaikh, yaitu tauhid sebagai kunci kejayaan spiritual dan sosial-politik, serta kesinambungannya dengan misi kerasulan sepanjang sejarah.
📖 3. Penjelasan Dakwah Berdasarkan Warisan Nabi dan Para Sahabat:
ثم أخبره الشيخ بما كان عليه رسول الله ﷺ وما دعا إليه، وما عليه أصحابه رضي الله عنهم من بعده، وما أمروا به وما نهوا عنه، وأن كل بدعة بعدهم ضلالة، وما أعزهم أشد به بالجهاد في سبيل الله، وأغناهم بالله تعالى عن البدع والاختلاف والجور والظلم.
Kemudian sang syaikh menjelaskan kepadanya tentang apa yang menjadi ajaran Rasulullah ﷺ, dakwah beliau, serta keadaan para sahabat رضي الله عنهم setelahnya; apa yang mereka perintahkan dan apa yang mereka larang. Bahwa setiap bid‘ah setelah mereka adalah kesesatan. Dan sesungguhnya kemuliaan mereka adalah karena jihad di jalan Allah, serta kekayaan mereka berasal dari Allah—bukan dari bid‘ah, perpecahan, kezaliman, ataupun kesewenang-wenangan.
Penegasan ini menunjukkan bahwa kebangkitan peradaban Islam tidak pernah bersumber dari inovasi-inovasi (bid'ah) dalam agama, melainkan dari kesetiaan terhadap Sunnah, tauhid, dan jihad yang ikhlas.
📖 4. Respon Imam Muhammad bin Su‘ūd:
فلما تحقق محمد معرفة التوحيد وعلم ما فيه من المصالح الدينية والدنيوية، قال: “يا شيخ، إن هذا دين الله ورسوله الذي لا شك فيه، وأبشر بالنصرة لك ولما أمرت به، والجهاد لمن خالف التوحيد.”
Tatkala Muhammad memahami hakikat tauhid dan mengetahui maslahat agama dan dunia yang terkandung di dalamnya, ia berkata: Wahai Syaikh, sesungguhnya ini adalah agama Allah dan Rasul-Nya yang tiada keraguan padanya. Bergembiralah atas pertolongan yang akan aku berikan kepadamu, atas apa yang engkau serukan, dan atas jihad menghadapi mereka yang menentang tauhid.
Di sinilah terlihat komitmen politik yang berpadu dengan komitmen akidah, yaitu bahwa kekuasaan akan digunakan sebagai penopang dakwah—bukan sebaliknya.
📖 5. Pembaiatan Resmi:
ثم إن محمداً بسط يده وبايع الشيخ على دين الله ورسوله، والجهاد في سبيل إقامة شرائع الإسلام، والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر.
Kemudian Muhammad bin Su‘ūd mengulurkan tangannya dan berbaiat kepada sang syaikh atas dasar agama Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah demi menegakkan syariat Islam, amar ma‘ruf, dan nahi munkar.
Baiat ini menandai lahirnya kemitraan strategis antara ulama dan umara, sebagai fondasi penyatuan kekuatan ilmu dan kekuasaan dalam menegakkan Islam.
🧩 Kesimpulan Historis dan Teologis:
🕌 Piagam Ad-Dir‘iyyah bukan sekadar kesepakatan politik, tetapi kontrak dakwah yang menyatukan kekuatan akidah dan kekuasaan. Ia menjadi tonggak sejarah lahirnya proyek tajdīd (pembaruan) Islam berbasis tauhid dan sunnah di tengah umat yang diliputi bid‘ah dan kezaliman.
🤝 Model ini juga menjadi contoh ideal bahwa ketika ulama dan penguasa bersatu di atas kebenaran, Islam mampu bangkit bukan hanya sebagai agama spiritual, tetapi sebagai peradaban yang membawa keadilan dan petunjuk.