Oleh: Prof. Dr. Rozaimi Ramle - Fiqh wa Ushuluhu Mu'tah
  Universiti of Jordan, AJK Fatwa Negeri Perlis - Seminar Ilmu Tema Leadership , Arsip 7/2025
Semua orang ribut soal siapa yang pantas jadi pemimpin. Tapi, tahukah kita apa sifat pemimpin sejati menurut Islam? Ppemimpin sejati bukan sekadar populer, tapi punya visi, adil, amanah, dan meneladani Nabi ﷺ. Pertanyaannya, apakah pemimpin kita hari ini—atau bahkan diri kita sendiri—sudah memenuhi standar itu?
🔰 PENGANTAR
Semua orang bicara soal pemimpin: siapa yang layak, siapa yang gagal, siapa yang harus diganti. Tapi jarang sekali kita bertanya dengan jujur: apa sebenarnya sifat seorang pemimpin yang diakui dalam Islam? Apakah cukup bermodal popularitas? Atau sekadar keberanian berorasi? Atau justru kepemimpinan adalah amanah berat yang akan menyeret kita pada kehinaan di akhirat jika disalahgunakan?
Dalam kuliah ini, pemateri membongkar standar kepemimpinan Islami yang sering kita abaikan: kejelasan visi, keteladanan Nabi, keadilan tanpa pilih kasih, hingga amanah dalam setiap detik waktu kerja. Pertanyaannya menusuk: jika Nabi sendiri menolak kepemimpinan tanpa kesiapan, lalu mengapa kita begitu mudah menobatkan siapa saja hanya karena gelar atau kekuasaan? Dan lebih jauh lagi, sudahkah kita memimpin diri dan keluarga dengan standar yang sama—atau jangan-jangan kita pun termasuk yang gagal memimpin?
📒 Rangkuman Kuliah
🕌 Bagian 1: Pendahuluan dan Konteks Kepemimpinan
1.1 Pembukaan dan Salam
Kuliah dibuka dengan:
- 
Salam Islami (Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh)
 - 
Pujian kepada Allah (Alhamdulillah)
 - 
Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW
 - 
Ucapan terima kasih kepada pimpinan majlis serta hadirin
 
1.2 Latar Belakang: Kepemimpinan dalam Setiap Tingkatan
Pemateri menyampaikan bahwa topik "Sifat Seorang Pemimpin" adalah topik yang sangat luas.
Islam memandang bahwa kepemimpinan itu ada pada setiap tingkatan, tidak hanya pada level tertinggi seperti pemimpin negara.
🔑 Poin Kunci:
- 
Setiap individu adalah pemimpin dalam ruang lingkupnya masing-masing.
 - 
Tingkatan kepemimpinan meliputi:
- 
Pimpinan Tertinggi Negara
 - 
Suami (pemimpin keluarga)
 - 
Istri (pemimpin di rumah suaminya)
 
 - 
 - 
Kepemimpinan adalah sebuah keperluan (kebutuhan) dalam kehidupan manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa sistem kepemimpinan.
 
1.3 Konsep Jama'ah dan Ketaatan
Pemateri menjelaskan makna hadits tentang "mati jahiliyah" secara kontekstual.
Beliau menekankan bahwa yang dimaksud "keluar dari jama'ah" bukanlah keluar dari partai politik atau organisasi tertentu.
📜 Hadits & Penjelasan:
- 
Makna Jama'ah: Kesatuan rakyat yang taat di bawah seorang pemimpin yang telah disepakati. Ini adalah konsep politik yang lebih luas, bukan sekedar organisasi.
 - 
Larangan Keluar dari Ketaatan: Hadits ini melarang pemberontakan dan pengangkatan senjata untuk meruntuhkan kepemimpinan yang sah dan telah disepakati.
 - 
Mati Jahiliyah:
- 
Bukan berarti mati dalam keadaan kafir
 - 
Tetapi mati dalam keadaan tidak memiliki sistem kepemimpinan yang jelas sebagaimana digariskan Islam
 - 
Hal ini mengakibatkan kekacauan seperti pada zaman Jahiliyah, dimana kesetiaan hanya berdasarkan kesukuan ('ashabiyah)
 
 - 
 
Kesimpulan Bagian 1:
Kepemimpinan adalah sunnatullah dan diperlukan di semua level. Ketaatan kepada pemimpin yang sah adalah kewajiban selama dalam koridor kebaikan, untuk menghindari perpecahan dan fanatisme kesukuan.
🧭 Bagian 2: Sifat & Prinsip Dasar Kepemimpinan Islami
2.1 Visi dan Misi yang Jelas (Al-Wudhuuh)
Sifat pertama dan paling fundamental yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kejelasan visi dan misi (wudhuuh al-tariq wa al-hadaf).
🔑 Poin Kunci:
- 
Pemimpin ibarat sopir atau pilot yang harus tahu tujuan akhir dan mampu mengkomunikasikannya kepada seluruh penumpang (rakyat/anggota tim).
 - 
Tanpa visi yang jelas, orang yang dipimpin akan kebingungan ("Kita ini sebenarnya mau ke mana?").
 - 
Manifesto dalam pemilihan umum adalah contoh praktis dari visi dan misi ini. Ia adalah janji dan rencana kerja, bukan kitab suci.
 
💡 Contoh Praktis:
Dalam wawancara kerja untuk promosi jabatan, pertanyaan "Apa yang akan Anda lakukan jika menduduki posisi ini?" adalah pertanyaan untuk menguji kejelasan visi dan tujuan calon pemimpin.
2.2 Meneladani Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
Pemateri menekankan bahwa teladan terbaik untuk semua aspek kehidupan, termasuk kepemimpinan, adalah Nabi Muhammad SAW.
📜 Dasar Syar'i:
- 
Firman Allah SWT:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu." (QS. Al-Ahzab: 21) - 
Konsep Kecintaan & Peneladanan: Rasa cinta kepada Nabi akan secara alami mendorong seseorang untuk meneladani dan mengikuti semua petunjuknya, layaknya mengikuti "influencer" atau "icon" di zaman sekarang.
 
2.3 Optimisme dan Keyakinan atas Pertolongan Allah
Pemateri mengisahkan peristiwa sahabat Khabbab bin Al-Arat yang disiksa dan meminta Nabi berdoa. Respon Nabi menunjukkan sikap optimis dan keyakinan yang kuat akan janji kemenangan dari Allah.
📖 Kisah Hikmah:
- 
Nabi mengingatkan Khabbab tentang betapa beratnya siksaan yang dialami orang-orang shaleh sebelum mereka, namun mereka tidak goyah imannya.
 - 
Nabi menyampaikan janji kemenangan:
لَيُتِمَّنَّ اللَّهُ هَذَا الْأَمْرَ
"Sungguh, Allah akan menyempurnakan urusan (agama) ini." 
Pelajaran Kepemimpinan:
- 
Seorang pemimpin harus memiliki optimisme dan keyakinan yang teguh
 - 
Mampu menanamkan keyakinan itu kepada orang yang dipimpinnya di tengah kesulitan
 - 
Fokus pada misi dan tujuan akhir, bukan pada kesulitan sementara
 
2.4 Komunikasi, Perencanaan, dan Pendelegasian yang Baik
Pemateri menggunakan contoh Peristiwa Hijrah sebagai studi kasus kepemimpinan Nabi yang sempurna.
🔑 Poin Kunci dari Hijrah:
- 
Komunikasi Terbatas: Nabi hanya memberitahu rencana hijrah kepada Abu Bakar → pentingnya menjaga kerahasiaan informasi strategis (maklumat terperingkat).
 - 
Pendelegasian Tugas yang Tepat:
- 
Ali bin Abi Thalib tidur di tempat Nabi
 - 
Abdullah bin Abu Bakar menjadi mata-mata
 - 
Asma' membawakan makanan
 - 
Amir bin Fuhairah menghapus jejak dengan kambingnya
 - 
Abdullah bin Uraiqith sebagai pemandu jalan
 
 - 
 - 
Sinergi Tim: Hijrah sukses karena kerjasama tim, bukan usaha individual. Nabi bisa meminta Buraq, tetapi beliau memilih jalur manusiawi untuk mengajarkan pentingnya kolaborasi.
 
Kesimpulan Bagian 2:
Pemimpin yang efektif memiliki visi jelas, meneladani Nabi, optimis, dan mampu berkomunikasi serta mendelegasikan tugas dengan baik kepada orang yang tepat berdasarkan keahliannya.
⚖️ Bagian 3: Sikap dan Akhlak Pemimpin
3.1 Menghargai Peran Setiap Anggota dan Tidak Sombong
Pemateri menekankan bahwa seorang pemimpin tidak akan bisa mencapai apa-apa tanpa bantuan dari seluruh anggotanya, termasuk staf yang paling junior sekalipun.
🔑 Poin Kunci:
- 
Jangan Sombong: Jabatan tinggi datang dengan tanggung jawab besar, bukan untuk disombongkan. Prestasi organisasi adalah hasil kerja kolektif.
 - 
Hargai Semua Posisi:
- 
Pemimpin bergantung pada petani yang menanam padi
 - 
Nelayan yang menangkap ikan
 - 
Tukang jahit
 - 
Office boy yang membersihkan kantor
Tanpa mereka, kehidupan dan organisasi tidak akan berjalan lancar. 
 - 
 - 
Hadits Nabi: Keberkahan rezeki dan pertolongan Allah justru datang karena adanya orang-orang lemah (mustadh'afin) di antara kita.
 
3.2 Bersikap Adil dan Tidak Pilih Kasih
Ini adalah sifat kepemimpinan yang paling utama dan paling sulit untuk dilaksanakan.
📜 Hadits & Penjelasan:
- 
Larangan Diskriminasi Hukum: Nabi bersabda bahwa sebab kehancuran umat sebelum kita adalah ketika orang-orang bangsawan mencuri, mereka dibiarkan; tetapi jika orang miskin mencuri, hukumannya diterapkan.
 - 
Bahkan untuk Keluarga Sendiri:
Nabi bersabda:"Demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya." (HR. Bukhari)
 - 
Janji Pahala: Pemimpin yang adil akan mendapat naungan Allah di hari kiamat dan dijamin masuk surga.
 
💡 Contoh Praktis (Tantangan):
Dalam proses tender proyek, seorang pengurus harus adil dan memilih vendor terbaik berdasarkan evaluasi blind (tanpa melihat nama perusahaan) untuk menghindari nepotisme dan suap, meskipun mendapat tekanan dari kenalan atau atasan.
3.3 Berani Mengambil dan Mempertahankan Keputusan
Keberanian adalah sifat esensial seorang pemimpin.
🔑 Poin Kunci:
- 
Berani Memutuskan: Pemimpin harus berani mengambil keputusan terbaik yang menurutnya benar untuk organisasi.
 - 
Berani Mempertahankan: Jika yakin keputusannya benar, ia harus berani mempertahankannya dari tekanan dan kritik.
 - 
Berani Mencabut: Jika ternyata keputusannya salah, ia harus memiliki kerendahan hati dan keberanian untuk mencabut dan memperbaikinya.
Nabi sendiri pernah ditegur oleh Allah dalam Surah ‘Abasa dan beliau menerima teguran itu.
 
3.4 Amanah (Dapat Dipercaya)
Amanah adalah pondasi dari segala tanggung jawab kepemimpinan.
🔑 Poin Kunci:
- 
Al-Quwwah wal Amanah (Kuat dan Amanah): Seorang pemimpin harus memiliki kompetensi (kuat) dan integritas (amanah), sebagaimana kriteria yang diajukan putri Nabi Syuaib untuk Musa AS.
 - 
Amanah Waktu Kerja:
- 
Budaya tidak amanah: datang pagi tapi habiskan waktu untuk minum teh & mengobrol berjam-jam
 - 
Sudah bersiap pulang jauh sebelum waktu kerja berakhir
 - 
Gaji yang diterima adalah uang rakyat (taxpayer money), sehingga harus dipertanggungjawabkan.
 
 - 
 - 
Solusi: Jika merasa ada bagian gaji yang tidak halal karena ketidakamanahan, disarankan untuk banyak bersedekah untuk membersihkannya.
 
Kesimpulan Bagian 3:
Pemimpin yang ideal adalah yang rendah hati, adil tanpa pilih kasih, berani bertanggung jawab atas keputusannya, dan memiliki integritas (amanah) yang tinggi dalam semua aspek, terutama dalam menggunakan waktu dan wewenang.
💬 Bagian 4: Komunikasi, Keteladanan, dan Tanya Jawab
4.1 Kepemimpinan melalui Keteladanan (Visual)
Pemimpin tidak hanya dinilai dari perkataannya (verbal), tetapi lebih lagi dari perbuatannya (visual).
🔑 Poin Kunci:
- 
Hadits Perbuatan: Sahabat meriwayatkan tidak hanya perkataan Nabi (hadits qauli), tetapi juga perbuatannya (hadits fi‘li).
- 
Contoh: Nabi tidak pernah mencaci makanan. Jika suka, dimakan; jika tidak, ditinggalkan.
 
 - 
 - 
Akhlak Nabi adalah Al-Quran:
Aisyah RA ditanya tentang akhlak Nabi, beliau menjawab: "Akhlak Nabi adalah Al-Quran." (HR. Muslim)
 - 
Jaga Reputasi dan Penampilan:
- 
Bukan berarti hipokrit
 - 
Pemimpin harus memiliki rasa malu (al-hayā‘) untuk tidak menampilkan keburukan dan aibnya di depan umum
 - 
Apa yang dilakukan di rumah dan di luar bisa berbeda selama tidak bertentangan dengan nilai
 
 - 
 
4.2 Teknik Komunikasi Efektif ala Nabi
Pemateri memberikan tips bagaimana menyampaikan pesan, terutama kritik atau penolakan, dengan baik.
📖 Contoh dari Nabi:
- 
Memulai dengan Cinta:
Sebelum memberi nasihat kepada Mu‘adz bin Jabal, Nabi memulainya dengan:"Wahai Mu‘adz, sungguh aku mencintaimu." (HR. Abu Dawud)
 - 
Sentuhan Fisik (Sesuai Syariat):
Nabi pernah memegang pundak Abdullah bin Umar saat memberi nasihat. Sentuhan yang sopan dan sesuai syariat dapat memperkuat pesan. 
Aplikasi untuk Pemimpin:
Jika harus menolak promosi seorang staf yang belum layak:
- 
Tolak dengan lembut
 - 
Mulai dengan memuji semangat dan dedikasinya
 - 
Sampaikan bahwa "menurut saya, belum saatnya"
 - 
Berikan pelatihan untuk pengembangan dirinya
 
4.3 Sesi Tanya Jawab (FAQ)
Soal 1: Bagaimana jika ada orang yang bersemangat jadi pemimpin tapi kita lihat tidak layak?
- 
Jawaban: Terapkan teknik komunikasi Nabi.
- 
Puji semangatnya
 - 
Jelaskan dengan jujur dan lembut bahwa ia belum memenuhi kriteria
 - 
Berikan arahan untuk pengembangan diri, jangan langsung mematikan semangatnya
 
 - 
 
Soal 2: Bagaimana menyikapi atasan yang memberi perintah yang salah?
- 
Kategorisasi Perintah:
- 
Perintah Maksiat:
- 
Haram ditaati
 - 
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Khaliq"
 - 
Solusi: tolak dengan sopan, laporkan ke atasan lebih tinggi/unit pengawas internal, minta mutasi, atau dalam kondisi ekstrem → viralkan sebagai kontrol sosial
 
 - 
 - 
Perintah yang Menurut Kita Tidak Tepat (bukan maksiat):
- 
Mungkin atasan punya informasi lebih lengkap
 - 
Boleh sampaikan pendapat & argumen
 - 
Jika keputusan akhir sudah ditetapkan → wajib dijalankan selama tidak melanggar syariat
 
 - 
 
 - 
 
Soal 3: Bagaimana menyikapi suami yang "takut" pada istri?
- 
Jawaban:
- 
Suami adalah pemimpin dalam keluarga
 - 
Normalisasi suami takut istri adalah tidak sehat
 - 
Hubungan ideal: suami mengasihi istri, istri menghormati suami
 - 
Istri tidak boleh ikut campur berlebihan dalam pekerjaan suami
 - 
Istri harus bisa mengontrol lidah (kufr al-‘usyur adalah kufur kecil karena banyak mengeluh)
 
 - 
 
Kesimpulan Bagian 4:
Kepemimpinan diperkuat oleh keteladanan perbuatan. Komunikasi yang efektif dan penuh hikmah sangat penting. Dalam menghadapi dilema, kembalikan kepada prinsip-prinsip syariat yang jelas.