Mufti Kerajaan Negeri Perlis
Dalam semangat ingin membela agama, sebagian kita kadang bertindak tanpa ilmu. Begitu melihat kemungkaran, kita buru-buru menghukum, memviralkan, atau bahkan mencela — tanpa menimbang apakah itu cara yang diajarkan Nabi ﷺ.
Padahal, mencegah kemungkaran adalah ibadah besar yang punya aturan dan
adabnya. Bukan hanya soal benar atau salah, tapi juga soal
kapan, bagaimana, dan apakah itu kewenangan kita. Ceramah ini
mengajak kita menelaah dengan jujur:
Apakah kita benar-benar sedang menegakkan kebenaran?
Ataukah kita sedang bertindak atas dorongan emosi?
Mari dengarkan bersama. Agar kita bisa menegakkan amar ma’ruf nahi munkar
dengan hikmah, bukan hanya amarah.
🧠 Ringkasan Poin-Poin Utama Ceramah:
1. Mencegah Kemungkaran adalah Tugas Mulia, Tapi Ada Aturannya
-
Islam memerintahkan amar ma’ruf nahi munkar, tapi
dengan ilmu dan adab, bukan sekadar semangat.
-
Bahkan dalam perang pun ada batas — apalagi dalam dakwah.
2. Tindakan Emosional Bisa Melahirkan Kemungkaran Baru
-
Menegur kemungkaran dengan cara yang salah bisa menyebabkan dosa baru:
membuka aib, menyebar fitnah, menuduh tanpa bukti.
-
Ada orang yang menilai suatu perkara sebagai mungkar padahal itu tidak
mungkar, atau mungkar yang tidak wajib diubah secara langsung.
3. Ada Dua Ekstrem yang Salah: Berlebihan dan Lalai
-
Ada yang terlalu semangat menegur tanpa ilmu (ifrāṭ), dan ada yang cuek
meski tahu kemungkaran sedang terjadi (tafrīṭ).
-
Keduanya dilarang. Islam mengajarkan jalan tengah:
berilmu, peka, tapi juga tenang.
4. Ilmu Lebih Penting dari Emosi dalam Bertindak
-
Tanpa ilmu, orang bisa menyalahkan hal yang sebetulnya bagian dari
perbedaan pendapat yang valid (khilaf mu’tabar).
-
Contoh: membaca basmalah dengan suara pelan, tidak berkunut, memakai
purdah — semua ini khilaf yang tidak bisa disebut mungkar secara
mutlak.
5. Membedakan Mungkar yang Bersifat Pribadi dan Publik
-
Dosa pribadi seperti zina atau minum khamr, tidak boleh diumbar atau
dibongkar kecuali memenuhi syarat yang sangat ketat.
-
Mungkar publik (mengganggu masyarakat) boleh ditindak jika berdampak
luas.
6. Contoh Rasulullah ﷺ dalam Menangani Kesalahan
-
Nabi ﷺ sangat berhati-hati menilai orang, bahkan ketika Hatib bin Abi
Balta'ah melakukan kesalahan besar, Nabi memaafkannya setelah memahami
konteks.
-
Prinsip:
pahami dulu latar belakang sebelum menuduh atau menghukum.
7. Menimbang Mudarat dalam Mencegah Mungkar
-
Terkadang menegur malah memperbesar masalah. Ulama seperti Ibn Taymiyyah
dan Ibn Qayyim mengajarkan untuk mempertimbangkan akibat.
-
Misalnya: membiarkan orang mabuk lebih baik daripada mereka sadar lalu
membunuh orang.
8. Tidak Semua Khilaf Itu Bisa Dihukumi Mungkar
-
Banyak perbedaan pendapat ulama yang tidak boleh dipaksakan satu
pihak.
-
Slogan "tidak ada ingkar dalam masalah khilaf" benar — tapi harus
dibedakan antara khilaf yang sah dan yang tidak.
9. Pentingnya Memahami Perbedaan Antara Izin dan Ridha
-
Pemimpin bisa memberi izin pada perkara tertentu (misal: rumah ibadah
non-Muslim) karena urusan kenegaraan, bukan karena ridha terhadap
isinya.
-
Gagal memahami hal ini sering membuat masyarakat salah menilai
pemerintah.
10. Jaga Wajah Islam di Hadapan Dunia
-
Rasulullah ﷺ pernah menahan tindakan karena khawatir nama baik Islam
rusak.
-
Mengubah mungkar tidak boleh sampai membuat Islam dipandang kasar, tidak
adil, atau ekstrem.
✨
Penutup
Semangat menegakkan kebenaran adalah hal mulia — tapi tanpa ilmu, semangat
itu bisa menjadi bumerang.
🎧
Dengarkan ceramah ini untuk belajar
kapan harus bicara, kapan harus diam, dan bagaimana kita bisa jadi
penegak kebaikan yang bijak, bukan kasar.
Karena… mencegah kemungkaran itu bukan sekadar berani, tapi juga
amanah yang perlu ditunaikan dengan
ilmu dan kasih sayang.
https://archive.org/details/mengubah-kemungkaran-antara-ilmu-dan-emosi