BID'AH HASANAH, ISTILAH YANG DISALAHFAHAMI

Ketika Niat Baik Menjadi Dalih untuk Menyimpang: Membongkar Kekeliruan Makna ‘Bid‘ah Hasanah’ yang Menjerumuskan Umat ke Jurang Kesesatan Berbalut Ibadah

Penulis:
Shahibus Samahah Dato Dr. MAZA
Mufti Negeri Perlis


📚 “Bid‘ah Hasanah” – Jalan Lurus atau Jalan Menyesatkan? 

🔍 Pernahkah Anda bertanya-tanya, apakah semua bentuk ibadah yang “baik” itu otomatis benar dalam Islam? Apakah setiap hal baru dalam agama bisa disematkan label suci hanya karena tampak indah di mata manusia?

❗️Topik “Bid‘ah Hasanah” telah lama menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan umat Islam. Tidak sedikit yang menjadikannya justifikasi untuk melakukan berbagai amalan tambahan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat. Mereka berkata, "Ini bid‘ah yang baik! Kan niatnya baik!" Tapi... benarkah niat baik bisa menyucikan sesuatu yang tidak pernah diajarkan dalam syariat?

🛑 E-book “Bid‘ah Hasanah: Istilah yang Disalah Fahami” membongkar secara ilmiah, lugas, dan tuntas betapa istilah “Bid‘ah Hasanah” seringkali disalahartikan, bahkan oleh para penceramah. Buku ini bukan sekadar menegur, tapi menguliti satu demi satu hujah-hujah yang dipakai untuk menjustifikasi bid‘ah, dengan menyandingkan langsung dengan penjelasan ulama mu’tabarah seperti Imam al-Syafi‘i, Imam al-Nawawi, hingga Imam al-Syatibi.

💡 Ingin tahu kenapa Imam al-Nawawi menolak tradisi zikir keras berjamaah? Mengapa Imam al-Syafi‘i tidak setuju dengan perayaan tertentu dalam ibadah yang dianggap “bernilai spiritual”? Dan bagaimana Imam al-Syatibi memberikan definisi yang begitu tajam hingga menyempitkan ruang bagi justifikasi bid‘ah dalam urusan ibadah?

✨ Temukan jawabannya dalam pembahasan akademik nan renyah ini. Wajib dibaca oleh siapa pun yang mencintai kemurnian agama dan tidak ingin terjerumus ke dalam amalan yang tidak berdasar. Simak ringkasannya di bawah ini, dan pastikan Anda mendengarkan versi lengkap audio-nya—agar tidak menjadi pelaku bid‘ah tanpa sadar! 🎧📥


📘 Ringkasan Lengkap Isi Buku: “Bid‘ah Hasanah – Istilah yang Disalah Fahami”

🔹 Pendahuluan: Mengapa Perlu Membahas Bid‘ah?

  • Banyak amalan hari ini diberi label “bid‘ah hasanah” oleh sebagian pihak, padahal tidak memiliki dasar syar‘i.

  • Istilah ini sering dijadikan pembenaran untuk melakukan sesuatu dalam agama yang tidak dilakukan Nabi ﷺ atau para sahabat.

  • Buku ini berusaha menjelaskan makna bid‘ah secara ilmiah, berdasarkan pandangan ulama muktabar dari empat mazhab.


🔹 Bab 1: Hakikat dan Definisi Bid‘ah

  1. Definisi Bahasa:

    • Bid‘ah berasal dari kata بَدَعَ – bermakna menciptakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya (seperti dalam QS. Al-Baqarah: 117).

  2. Definisi Syar‘i:

    • Menurut Imam al-Syatibi: “Bid‘ah adalah jalan dalam agama yang dibuat-buat menyerupai syariat, untuk berlebihan dalam beribadah.”

    • Tidak semua hal baru itu bid‘ah syar‘i. Hanya yang menyangkut urusan agama (ibadah) yang tanpa dalil, yang disebut bid‘ah.

  3. Contoh Non-Bid‘ah:

    • Pembukuan Al-Qur'an, pembangunan sekolah, mikrofon saat khutbah – ini hal baru, tapi dalam urusan duniawi, bukan ibadah mahdhah.


🔹 Bab 2: Istilah “Bid‘ah Hasanah” dan Pandangan Ulama

  1. Pemahaman Ulama terhadap Bid‘ah:

    • Imam al-Syafi‘i, al-Nawawi, dan lainnya pernah menyebut “bid‘ah hasanah” secara bahasa, bukan dalam definisi syar‘i.

    • Mereka membedakan antara:

      • Bid‘ah dalam dunia – boleh.

      • Bid‘ah dalam ibadah – tertolak.

  2. Penjelasan al-‘Izz bin Abd al-Salam:

    • Membagi bid‘ah menjadi lima hukum (wajib, sunnah, mubah, makruh, haram).

    • Namun pembagian ini dikritisi karena menggunakan istilah bid‘ah dalam makna bahasa, bukan syar‘i.

  3. Imam Malik berkata:

    “Siapa yang menganggap ada bid‘ah hasanah dalam Islam berarti dia telah menuduh bahwa Nabi ﷺ mengkhianati risalah.”


🔹 Bab 3: Kesalahpahaman Terhadap Ucapan Umar dan Hadits Sunnah Hasanah

  1. Ucapan Umar: “Ni‘mat al-bid‘ah hādhihi”:

    • Ketika Umar menghidupkan kembali salat tarawih berjamaah, beliau menyebutnya “bid‘ah yang baik” – secara bahasa, bukan ibadah baru.

    • Rasulullah ﷺ sudah mengerjakannya tiga malam. Umar hanya menghidupkan kembali sunnah yang telah ada.

  2. Hadits: “Man sanna fi al-Islam sunnatan hasanah...” (HR. Muslim):

    • Maksudnya adalah menghidupkan kembali sunnah Nabi yang telah ditinggalkan, bukan mencipta amalan baru.

    • Kalau membuat amalan baru dianggap hasanah, tentu bertentangan dengan hadis lain:
      "Kullu bid‘atin ḍalālah." – “Setiap bid‘ah adalah sesat.” (HR. Muslim)


🔹 Bab 4: Peringatan dari Al-Qur’an, Sunnah dan Ulama Terhadap Bid‘ah

  1. Peringatan Al-Qur'an:

    • QS. Al-Mā’idah: 3 – “Hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu...” ➝ Tidak perlu ditambah atau dikurangi.

  2. Hadits-Hadits tentang Bahaya Bid‘ah:

    • Rasulullah ﷺ bersabda:
      "Barang siapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan kami ini yang bukan darinya, maka ia tertolak." (HR. Bukhari-Muslim)

    • Hadis lainnya: “Setiap bid‘ah adalah sesat dan tempatnya di neraka.”

  3. Ijma‘ Ulama:

    • Semua mazhab empat menolak adanya bid‘ah dalam ibadah.

    • Imam asy-Syathibi, Ibn Rajab al-Hanbali, Ibn Taymiyyah, Ibn al-Qayyim menegaskan: tidak ada istilah bid‘ah hasanah dalam urusan ibadah.


🧠 Simpulan Ilmiah:

Bid‘ah secara syar‘i adalah segala perkara baru dalam urusan ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi ﷺ.

Istilah “bid‘ah hasanah” hanya digunakan sebagian ulama dalam makna bahasa atau untuk urusan dunia, bukan ibadah.

Semua dalil dari Al-Qur’an, Sunnah, dan pandangan ulama salaf menolak adanya bid‘ah dalam agama.

Ucapan Umar dan hadits “sunnah hasanah” sering disalahpahami karena diambil tanpa konteks yang benar.