Terjemah bebas, Bag. 1:
📌 Judul: “Kaidah Usul & Fikih Buat Muslim Non-Mujtahid”
Penulis:
Asy-Syaikh Dr. Sa'ad bin Nashir bin 'Abdul 'Aziz Asy-Syatsri
Anggota Hai'ah Kibaril Ulama di Kerajaan Arab Saudi, seorang
penasehat di Pengadilan Kerajaan Saudi setara dengan Menteri, dan juga anggota
dewan pengajar di Fakultas Hukum dan Ilmu Politik di Universitas King Saud.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sa%27ad_Asy_Syatsri
🔰 Mukadimah
Segala puji bagi Allah, salawat dan salam atas Rasulullah. Amma ba'd:
Tidak diragukan lagi bahwa ilmu ushul merupakan salah satu cabang ilmu syariat yang sangat dianjurkan untuk dipelajari demi mengharap ridha Allah ﷻ. Pahala dari belajar ilmu ini tidak terbatas hanya untuk orang yang ingin mencapai derajat mujtahid, tapi juga untuk orang awam. Bahkan, orang awam yang belajar ushul juga bisa mendapatkan bagian dari pahala tersebut. Banyak ulama non-mujtahid pun terkenal sebagai orang yang menguasai ushul.
Ilmu ushul termasuk dalam fardhu kifayah, artinya umat Islam secara kolektif wajib memastikan adanya sekelompok orang yang mendalami ilmu ini, agar ada yang mampu menggali hukum dari dalil-dalil syariat dan menjelaskan hukum-hukum tersebut kepada masyarakat berdasarkan pemahaman yang benar.
Meski begitu, perlu diketahui bahwa ilmu ushul bagi umat terbagi menjadi dua jenis:
1. Jenis pertama:
Ilmu ushul yang ditujukan untuk mencapai derajat ijtihad, dan dibutuhkan oleh mujtahid agar mampu menggali hukum dari dalil-dalil syariat.
Adapun orang awam, tidak akan mendapatkan manfaat langsung dari ilmu ini selama dia masih dalam status sebagai orang awam. Kecuali jika ia menyempurnakan pelajaran ushulnya hingga benar-benar menguasai cara pengambilan hukum dari dalil. Jika demikian, maka ia pun layak disebut mujtahid. Ilmu jenis ini termasuk fardhu kifayah.
2. Jenis kedua:
Masalah-masalah ushul yang orang awam butuh langsung, yang tanpanya ia tidak bisa mengamalkan agama dengan benar. Ilmu jenis ini masuk dalam kategori fardhu ‘ain (wajib atas setiap individu Muslim) — setiap Muslim harus mempelajarinya karena sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan ibadah dan kehidupan sehari-hari.
⚙️ Struktur Pembahasan
Banyak pakar ushul tidak menyinggung bagian ini secara langsung. Oleh karena itu, bagian ini akan menampilkan masalah-masalah penting yang perlu dipahami dan diamalkan oleh orang awam. Kebutuhan terhadap hal ini sangat dirasakan oleh Muslim yang tinggal di negara-negara Barat, di mana kelangkaan ulama menjadi nyata dan perbedaan mazhab sangat terasa, apalagi dengan aturan negara yang sering kali bertentangan dengan ajaran Islam.
Untuk memperjelas pentingnya tema ini, pembahasan dibagi menjadi mukadimah, pendahuluan, dan tiga bab utama:
🔹 Mukadimah:
Menjelaskan pentingnya tema, urgensi pembahasan, serta metode yang digunakan.
🔹 Pendahuluan (تمهيد):
Tentang manfaat orang awam mempelajari ilmu ushul secara global.
🔹 Bab Pertama:
Kaidah Ushuliyah yang menunjukkan sikap yang harus diambil orang awam saat menghadapi permasalahan.
Terdiri dari tiga bahasan:
-
Hukum orang awam yang melakukan perbuatan taklif (ibadah atau aktivitas syariat) tanpa mengetahui hukumnya.
-
Sebab kenapa orang awam tetap wajib tunduk pada hukum syariat.
-
Metode dasar menggali hukum syariat.
🔹 Bab Kedua:
Kaidah Ushuliyah yang mengarahkan orang awam ketika ingin meminta fatwa.
Terdiri dari sebelas bahasan:
-
Adab orang awam ketika bertanya kepada mufti.
-
Siapa yang boleh ditanya oleh orang awam.
-
Kewajiban mengikuti fatwa bagi orang awam jika sudah bertanya.
-
Ilmu orang awam saat membandingkan pendapat mujtahid.
-
Sikap orang awam ketika ulama berbeda pendapat.
-
Siapa yang harus ditanya ketika banyak mujtahid.
-
Hukum bagi orang awam jika tidak menemukan orang untuk bertanya.
-
Boleh atau tidak mengikuti pendapat yang longgar dalam fatwa.
-
Mengikuti rukhsah (keringanan hukum).
-
Mazhab orang awam.
-
Bolehkah orang awam mengulang permintaan fatwa ketika kasusnya berulang?
🔹 Bab Ketiga:
Kaidah fikih dan kaidah ushul lainnya yang langsung berkaitan dengan orang awam.
Terdiri dari sebelas bahasan juga:
-
Apa yang dimaksud dengan “hukum syariat” dalam fatwa.
-
Hubungan orang awam dengan qira’at (bacaan dalil).
-
Perbuatan Nabi ﷺ sebagai sumber hukum.
-
Bolehkah orang awam mengeluarkan fatwa?
-
Hukum-hukum wajib yang terkait dengan orang awam.
-
Permintaan ilmu terhadap kewajiban kifayah.
-
Hukum memutus ibadah setelah dimulai.
-
Kafarat (tebusan) yang wajib atas orang yang membatalkan ibadah.
-
Tafsir Al-Qur’an oleh orang awam.
-
Menukil hadis secara maknawi oleh orang awam.
-
Kaidah-kaidah fikih yang bisa langsung diamalkan oleh orang awam.
📌 Penutup
Penulisan pembahasan ini disesuaikan dengan level pemahaman orang awam yang belum sampai derajat ijtihad. Perbedaan pendapat yang tidak bermanfaat bagi mereka dihindari. Usahakan agar isi kajian tetap sesuai dengan kondisi kekinian. Setiap masalah dilengkapi dengan sumber rujukannya.
Aku memohon kepada Allah agar memberikan taufik dan pertolongan kepada semua.
Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, beserta keluarga dan para sahabatnya.