🧩 Ahli Sunnah Itu Bukan Cuma Label
Zaman sekarang, istilah “Ahli Sunnah wal Jamaah” sering banget disebut. Tapi jujur aja... Berapa banyak dari kita yang benar-benar paham apa maknanya?
Apakah cukup ngaku “saya ikut Ahli Sunnah” lalu otomatis aman dari kesalahan? Apakah setiap ustaz atau tokoh agama yang populer pasti mewakili pemahaman yang benar?
Dalam kuliah yang satu ini, Mufti Negeri Perlis Dato’ Dr. MAZA ngajak kita mundur sejenak—bukan untuk nostalgia, tapi untuk meluruskan fondasi akidah dari awalnya. Versi "first generation", langsung dari para sahabat Nabi ﷺ, sebelum masuknya berbagai ideologi dan filsafat asing ke dalam pemikiran Islam.
Dengan bahasa yang lugas tapi tetap santun, beliau menjelaskan:
-
Apa itu Ahli Sunnah yang sebenarnya
-
Bagaimana sejarahnya bisa bercabang jadi beberapa aliran
-
Dan kenapa pendekatan Negeri Perlis memilih untuk kembali ke dasar yang paling awal dan murni
Ini bukan ajakan untuk membenci perbedaan. Tapi ajakan untuk kembali jujur pada ilmu, bukan hanya ikut arus atau sekadar label.
Kalau kamu mau memahami agama dengan dalil, bukan warisan yang gak ditanya, ceramah ini sangat layak untuk kamu simak. Tenang aja, meskipun temanya berat, cara penyampaiannya tetap santai dan mudah dicerna.
Yuk mulai dari sini—karena memahami “Ahli Sunnah” itu bukan perkara kecil. Ini fondasi. Dan fondasi yang benar akan menuntun langkah kita sampai akhir.
📌 Ringkasan Poin-Poin Utama :
1. Tujuan Beragama: Bukan Sekadar Label
-
Menjadi Muslim bukan karena KTP, budaya, atau warisan, tapi karena keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai jalan keselamatan.
-
Agama mengatur hidup kita karena tujuannya jelas: menyelamatkan kita di dunia dan akhirat.
2. Peran Wahyu dan Rasul
-
Tanpa wahyu, manusia cuma bisa mereka-reka siapa Tuhan dan apa yang Dia mau.
-
Wahyu dan Rasul dibutuhkan agar manusia tidak membuat agama sendiri.
-
Nabi ﷺ datang membawa dua hal utama: akidah (keyakinan) dan syariat (aturan hidup).
3. Siapa Itu Ahli Sunnah Wal Jamaah (ASWJ)?
-
Ahli Sunnah Wal Jamaah = mereka yang berpegang kepada sunnah Nabi dan pemahaman para sahabat.
-
Mereka tidak mentakwil atau menyimpangkan sifat Allah.
-
Contoh: Allah beristiwa di atas Arasy, Allah berkata-kata, Allah punya tangan — semua itu diyakini sebagaimana adanya, tanpa menyerupakan dengan makhluk dan tanpa membayangkan bentuknya.
4. Masuknya Filsafat dan Lahirnya Perpecahan
-
Ketika pemikiran falsafah Yunani masuk ke dunia Islam (abad ke-2–3 H), muncullah kelompok seperti Mu’tazilah, Asy’ariyyah, dan Maturidiyyah.
-
Mereka mencoba menjelaskan Tuhan secara rasional, tapi justru melahirkan kekeliruan baru.
-
Sebagian besar perdebatan ini tidak pernah muncul di zaman Nabi dan para sahabat.
5. Pendekatan Negeri Perlis
-
Perlis cenderung mengikuti pendekatan “generasi pertama”: akidah para sahabat sebelum munculnya ide-ide takwilan dan filsafat asing.
-
Namun, Perlis tidak mengkafirkan Asy’ariyah atau Maturidiyyah, selama masih dalam batas ijtihad.
-
Perbedaan dianggap sebagai cabang yang bisa ditoleransi, bukan pokok yang memecah umat.
6. Tentang Mazhab Fikih
-
Empat mazhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali) muncul karena perbedaan metodologi dalam memahami syariat.
-
Semua mazhab memiliki dasar dan hujah; berbeda mazhab tidak berarti salah.
-
Di Perlis, pandangan fikih diambil berdasarkan kekuatan dalil, bukan karena fanatisme mazhab.
Contoh:
-
Zakat untuk buah harum manis: diambil dari pendapat mazhab Hanafi.
-
Tidak kunut subuh: sesuai dengan banyak mazhab dan hadits shahih.
-
Tidak membaca “usolli” sebelum salat: mengikuti praktik Nabi yang tidak melafalkannya.
7. Siapa Ulama yang Layak Diikuti?
-
Ulama bukan sekadar yang pakai jubah atau gelar, tapi yang berbicara dengan ilmu dan dalil.
-
Tidak cukup ikut seseorang hanya karena "katanya dia ulama".
-
Jika tidak hati-hati, ini bisa jadi kultus individu yang berbahaya.
8. Ijma’ Ulama vs Klaim Sepihak
-
Ijma’ = kesepakatan seluruh ulama mujtahid atas satu hukum.
-
Tidak semua yang diklaim sebagai “ijma’” benar-benar ijma’. Harus jelas siapa yang sepakat dan pada zaman apa.
-
Amalan lokal (seperti tahlilan, kenduri arwah) tidak bisa dianggap ijma’.
9. Sikap Terhadap Perbedaan
-
Jangan mudah menuduh sesat hanya karena beda pendapat dalam cabang agama.
-
Shalat di belakang siapa saja tetap sah, selama masih Muslim dan tidak membawa kekufuran.
-
Perbedaan harus ditanggapi dengan ilmu, bukan emosi atau fanatisme golongan.
✅ Kesimpulan
-
Ahli Sunnah Wal Jamaah versi awal adalah mereka yang berpegang kepada Al-Qur’an, Sunnah, dan pemahaman para sahabat, bukan hasil takwilan falsafah atau debat mutakhir.
-
Perbedaan pendapat adalah hal biasa dalam fikih dan akidah cabang, tapi jangan sampai jadi sebab perpecahan umat.
-
Belajar agama bukan sekadar ikut ustaz viral—tapi ikut dalil yang benar, dari ulama yang berilmu.