MEMBONGKAR MITOS BID’AH HASANAH: ANTARA TRADISI, DALIL, DAN DISTORSI

Ketika niat baik dijadikan alasan untuk menambah dalam agama, dan istilah ‘hasanah’ dipakai membungkus penyimpangan dari sunnah. Benarkah semua yang terlihat religius itu sah dalam syariat? Atau kita sedang menormalisasi kesesatan atas nama cinta agama?

Seminar Penghayatan As-Sunnah, 2 Oktober 2005 Institut As-Sunnah Negeri Perlis, Ahli Panel: Shahibus Samahah Dato Dr. MAZA - Mufti Kearajaan Negeri Perlis



✍️ Membongkar ambiguitas istilah ‘bid’ah’ dalam ruang sosial keagamaan: antara klaim keindahan niat dan realitas penyimpangan dari sunnah.


📌 Ketika Agama Ditinggikan oleh Retorika, tapi Ditinggalkan oleh Dalil

Dalam kehidupan beragama hari ini, tidak sulit menemukan ritual, amalan, dan perayaan keagamaan yang dilakukan dengan niat baik, semangat yang tinggi, dan bahkan berbalut dalil-dalil retoris dari para tokoh agama. Namun, tidak semua hal yang tampak religius itu bersumber dari agama.

Salah satu istilah yang sering dijadikan tameng pembenaran terhadap praktik-praktik keagamaan yang tidak ada tuntunannya dari Nabi ﷺ adalah: "bid’ah hasanah" — sebuah istilah yang kerap digunakan secara longgar, bahkan sembarangan.

Seringkali orang berkata:

“Memang tidak dilakukan Nabi, tapi ini baik kok.”
“Ini tidak bertentangan dengan Islam, justru mendekatkan kita pada Allah.”
“Banyak ulama besar juga melakukannya, masak salah?”

Dengan argumen seperti ini, agama dikacaukan oleh sentimen, dan nash-nash ditinggalkan demi kebiasaan.

Kuliah ini hadir untuk membongkar dengan terang — bukan hanya apa itu bid’ah, tapi juga bagaimana istilah “bid’ah hasanah” disalahpahami dan digunakan secara tidak jujur, bahkan oleh sebagian tokoh agama sendiri.

🧠 Apakah kebaikan dalam ibadah ditentukan oleh “niat baik”? Atau tetap harus bersandar pada sunnah Nabi dan tuntunan syariat?


📚 Ringkasan Faedah 

1. 📖 Definisi Bid’ah secara Bahasa dan Istilah

  • Bahasa: Segala hal baru yang tidak ada contoh sebelumnya.

  • Syariat: Segala hal baru dalam agama yang tidak memiliki dasar dari Nabi ﷺ atau sahabat.

  • Nabi bersabda:
    “Setiap bid’ah adalah sesat.”
    → Redaksi ini bersifat umum dan menyeluruh, tanpa pengecualian.

2. ❌ Distorsi Pemaknaan: Dari Bid’ah Dhalalah ke Bid’ah Hasanah

  • Bid’ah hasanah tidak dikenal dalam definisi para salaf (sahabat dan tabi’in).

  • Pembagian bid’ah menjadi “baik dan buruk” berasal dari logika rasional modern, bukan dari kaidah ushul.

  • Perbuatan seperti menulis mushaf, penulisan titik harakat, atau shalat tarawih berjamaah bukan bid’ah karena memiliki dasar syar’i yang kuat, bukan rekaan murni.

3. 🧩 Contoh Kesalahpahaman Populer

  • Maulid Nabi: Tidak ada dalam sunnah, namun dipandang sebagai “cara cinta Nabi”.

  • Tahlilan, zikir berjamaah, doa-doa khusus malam tertentu: Tidak dilakukan oleh Nabi atau para sahabat, tapi dilegitimasi dengan alasan tradisi atau maslahat.

  • Orang menyangka semua hal baru boleh dilakukan selama “tidak dilarang”—padahal kaidah ibadah adalah harus ada dalil (bukan asal tidak dilarang).

4. 🔍 Perbedaan Ibadah dan Duniawi

  • Dalam ibadah: Asal hukum haram sampai ada dalil yang menghalalkan.

  • Dalam duniawi (muamalah): Asal hukum mubah sampai ada dalil yang melarang.

  • Maka hal-hal seperti mikrofon, bangku masjid, mimbar, tidak masuk kategori bid’ah — karena bukan bagian dari bentuk ibadah.

5. 💡 Kaedah Klasik dalam Menilai Amalan Baru

  • Apakah amalan ini dilakukan oleh Nabi dan para sahabat?

  • Jika tidak, apakah Nabi atau sahabat meninggalkannya dengan sebab tertentu atau memang karena itu bukan bagian dari syariat?

  • Jika sahabat tidak melakukannya padahal ada kesempatan dan sebab untuk melakukannya, maka meninggalkannya menjadi dalil keharaman inovasi tersebut.

6. 🧠 Kenapa “Niat Baik” Tidak Cukup?

  • Dalam Islam, niat tidak membenarkan cara. Sebaliknya, cara juga tidak membenarkan niat.

  • Rasulullah ﷺ bersabda:
    “Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka ia tertolak.”

  • Maka amalan yang tidak sesuai sunnah, walau diniatkan ibadah, tetap ditolak.

7. 📛 Bahaya Menganggap Ringan Bid’ah

  • Membuka celah pembenaran bid’ah adalah jalan kejatuhan agama.

  • Bid’ah bisa membuat umat jenuh terhadap sunnah dan akhirnya meremehkan syariat.

  • Yang lebih bahaya: orang yang merasa lebih tahu daripada Nabi — karena membuat jalan ibadah baru yang tidak diajarkan Nabi.

8. 🛡️ Solusi: Kembali pada Sunnah dengan Ilmu

  • Kaji setiap ibadah: apakah Nabi pernah melakukannya atau tidak?

  • Jika tidak, tanyakan: kenapa tidak dilakukan?

  • Sunnah bukan soal “boleh-boleh saja”, tapi soal ketaatan pada metode ibadah yang ditentukan oleh syariat, bukan tradisi atau imajinasi.


🧭 Penutup: Antara Kesalehan yang Benar dan Kesalehan yang Diada-adakan

Kuliah ini bukan hanya meluruskan istilah, tapi membebaskan agama dari perhiasan yang tidak diperlukan. Karena Islam tidak butuh tambahan — ia sudah sempurna.

Sesuatu yang dianggap baik oleh manusia tidak bisa mengalahkan sesuatu yang ditentukan oleh wahyu. Maka kita harus berhenti beragama dengan rasa dan mulai beragama dengan ilmu.

✨ Dengarkan full kuliahnya — karena mungkin selama ini, kita bukan hanya salah paham… tapi telah terjebak dalam kesalehan palsu yang dikira berpahala.