- Tuan Guru Dr. Abdul Basit bin Abdul Rahman (Ph.D of Syariah - Universiti Islam Madinah)
- Dr. Muhammad Rozaimi bin Ramle (Bachelor of Syariah Fiqh wa Ushuluhu - Mu'tah Universiti of Jordan, AJK Fatwa Negeri Perlis)
- Prof. Datuk Dr. Daud bin Bakar (Bachelor of Syariah Fiqh wa Ushuluhu - Kuwait University, Pengerusi Majlis Penasihat Syariah Bank Negara Malaysi, Ahli Badan Penasihat Bank of Oman, Ahli Dow Jones Islamic Market di New York)
- Ustaz Mohammad Fawwaz bin Fadzil Noor (Bachelor of Syariah Universiti Al-Azhar Mesir. Memperoleh Sijil Kemahiran Fatwa dari Dar al-Ifta Mesir pada 2008. Mufti Wilayah Federal/Persekutuan Malaysia 2025)
- Ustaz Zahiruddin bin Zabidi (Moderator)
-
Pendekatan yang diterima dalam kondisi tertentu: Talfiq
diperbolehkan jika bertujuan untuk mencapai kemaslahatan, memenuhi
kebutuhan (hajat), atau menyelesaikan masalah yang sulit dipecahkan hanya
dengan satu mazhab. Dalam hal ini, harus tetap memperhatikan
prinsip-prinsip Syariah.
-
Pendekatan yang dilarang: Jika talfiq dilakukan dengan tujuan
mencari kemudahan (تتبع الرخص) tanpa alasan syar'i, maka ini dianggap tidak sah
dan merusak kehormatan Syariah.
Dalam Mazhab Asy-Syafi'i, talfiq harus dilakukan dengan kehati-hatian, terutama dalam masalah yang berkaitan dengan ibadah atau transaksi yang memiliki dampak hukum besar.
2. Tarjih (ترجيح)
Tarjih adalah proses memilih satu pendapat yang lebih kuat (rajih)
berdasarkan dalil dan argumen di antara pandangan yang berbeda dalam suatu
masalah, baik di dalam satu mazhab maupun antar-mazhab.
Dalam konteks Mazhab Asy-Syafi'i, tarjih digunakan oleh para ulama untuk
menentukan:
-
Pendapat yang lebih kuat di dalam mazhab (qawl qadim dan qawl jadid
dari Imam Asy-Syafi'i, atau pendapat murajjih dalam kalangan ulama
Syafi'iyyah).
-
Contoh: Dalam kasus wudhu, pendapat qawl jadid Imam Asy-Syafi'i biasanya
dijadikan dasar, tetapi kadang-kadang qawl qadim dipertimbangkan jika
lebih sesuai dengan konteks tertentu.
- Antara mazhab Syafi'i dan mazhab lain, tarjih dilakukan ketika menghadapi situasi darurat atau kebutuhan praktis, tetapi tetap mengutamakan keunggulan dalil.
3. Ta’amul (تَعَامُل)
Ta’amul berarti "interaksi" atau "pendekatan praktis" terhadap perbedaan
mazhab. Dalam konteks Mazhab Asy-Syafi'i, ta’amul mencerminkan cara umat
Islam mempraktikkan fiqh dengan mengakomodasi kondisi lokal, tradisi, dan
kebutuhan masyarakat.
Contoh dalam Mazhab Asy-Syafi'i:
-
Dalam masalah jual beli, pendapat Mazhab Syafi'i yang ketat dalam
syarat sah transaksi terkadang disesuaikan (ta’amul) dengan kebiasaan
masyarakat, selama tidak bertentangan dengan prinsip Syariah.
- Dalam masalah ibadah, seseorang bisa mengikuti mazhab lain dalam kondisi darurat, seperti saat bepergian atau menghadapi situasi yang sulit.
Konteks Mazhab Asy-Syafi'i
Dalam Mazhab Asy-Syafi'i, pendekatan talfiq, tarjih, dan ta’amul sering kali
berkaitan dengan upaya menjaga fleksibilitas dalam beribadah tanpa
mengorbankan keabsahan hukum Islam. Berikut prinsip dasarnya:
- Urutan Prioritas:
-
Pendapat dalam Mazhab Asy-Syafi'i lebih diutamakan.
-
Jika tidak memungkinkan, tarjih dilakukan untuk memilih pendapat yang
paling kuat berdasarkan dalil.
-
Dalam kasus tertentu, talfiq digunakan untuk memenuhi kebutuhan praktis,
tetapi harus dilakukan dengan hati-hati.
- Konteks Modern:
- Dalam dunia kontemporer, ta’amul menjadi penting untuk menyesuaikan fiqh Syafi'i dengan tantangan zaman, seperti dalam bidang ekonomi, teknologi, dan hubungan sosial.
Kesimpulan
Istilah "Talfiq Mazahib, Antara Tarjih & Ta’amul" menunjukkan tiga
pendekatan utama dalam berinteraksi dengan mazhab dan pandangan fiqh:
-
Talfiq digunakan dengan syarat tertentu untuk menggabungkan
pendapat mazhab demi kemaslahatan.
-
Tarjih dilakukan untuk memilih pendapat yang paling kuat
berdasarkan dalil.
-
Ta’amul mencerminkan adaptasi praktis fiqh sesuai kebutuhan zaman
dan tempat.
Dalam Mazhab Asy-Syafi'i, keseimbangan antara ketiganya sangat penting untuk
menjaga relevansi hukum Islam tanpa mengabaikan prinsip dasar Syariah.