Madad Ya Husain dan Oh Jesus Help Me: Benarkah Hanya Perantara?
Apakah meminta tolong kepada makhluk seperti Husain atau Jesus bisa dianggap bagian dari akidah yang benar? Tulisan ini membongkar kesamaan konsep di balik 'Madad Ya Husain' dan 'Oh Jesus! Help me', serta bahaya normalisasi praktik yang dapat meruntuhkan batas akidah Islam. Dari memohon kepada Nabi hingga pohon dan hewan, apakah semua ini bagian dari perencanaan besar untuk menyamakan agama? Mari pahami agenda di baliknya dan pilih untuk menjaga kemurnian akidah Anda!
Ditulis oleh:Shahibus Samahah Dato Prof. Dr. MAZA
Mufti Kerajaan Negeri Perlis
Antara 'Madad Ya Husain' (Wahai Husain! Tolonglah)
dengan 'Oh Jesus! Help me' tidak ada bedanya dari segi konsep. Keduanya
memohon pertolongan dari makhluk. Kedua-dua pengamal akidah itu membenarkan
dengan menyatakan bahwa mereka tetap percaya Allah sebagai penolong yang
sebenarnya, sementara Husain dan Jesus hanyalah sekadar perantara saja.
Namun, jika kita renungkan, kedudukan Jesus ('Isa dalam
Bahasa Arab) sebagai seorang Nabi dan Rasul tentu lebih tinggi daripada Husain,
cucu Nabi Muhammad s.a.w. Kalau 'Madad Ya Husain' itu dibolehkan, sudah
pasti 'Oh Jesus! Help me' juga dibolehkan nantinya. Apa bedanya? Bahkan
lebih tinggi. Jika ada yang mengatakan itu adalah persamaan dengan Kristen,
yang satu lagi pula persamaan dengan Syiah. Yang penting, kamu telah meluluskan
dan menghalalkan hal itu. Maka nanti jika anak-anak muda mulai nyaman menyebut 'Oh
Jesus Help me', jangan dipertanyakan. Jika dipertanyakan, berarti kamu
wahabi.
Proses normalisasi ini bukanlah kebetulan, tetapi sebuah perencanaan yang teliti. Ia dirancang di tingkat yang jauh lebih tinggi dari yang kita perkirakan. Setelah ini, akan ada kajian yang mencoba menunjukkan bahwa Buddha juga seorang Nabi. Maka, nanti memohon doa kepada Buddha juga boleh. Yang penting, kata golongan ini, kepercayaan tetap kepada Allah, sedangkan mereka hanya perantara.
Kemudian nanti, memohon kepada hewan dan pohon juga boleh,
karena pohon dan hewan selalu bertasbih memuji Allah. Mereka tidak berdosa.
Maka, memohon pada tumbuhan seperti pohon besar, kepada hewan seperti sapi,
kepada benda-benda yang dianggap aneh seperti pongsu, dan segala makhluk lain
juga nanti akan dibolehkan oleh Asy'ariyah/Maturidiyah versi mereka. Yang
penting, kata mereka, kita percaya bahwa kekuasaan sebenarnya tetap pada Allah.
Dengan begitu, runtuhlah tembok perbedaan antara akidah dan
agama di kalangan manusia. Tidak ada lagi Islam dalam arti yang kita pahami
selama ini. Maka, kampanye kesatuan agama, semua agama sama nilai di sisi
Allah, apa saja nama yang dipanggil sejatinya tetap Allah (seperti klaim Ayah
Pin), dan yang semisalnya akan berhasil.
Itu belum lagi jika RUU yang mereka usulkan itu disahkan.
Jika tidak, pasti akan lebih cepat, karena tidak ada siapa pun yang dapat
menghalangi mereka lagi. Tidak heran mengapa mereka kembali membolehkan ajaran
Nazim Haqqani dan berusaha melegalkan kembali ajaran wihdatul wujud
(kesatuan wujud) yang sering membawa banyak penganutnya kepada doktrin kesatuan
agama.
Hari demi hari Allah menampakkan apa agenda di balik semua
ini. Apakah kita ingin teguh membela akidah yang sahih, atau kita akan menjadi
bingung seperti seorang Menteri Besar yang keliru dalam mencintai Nabi s.a.w.
dengan kecintaan yang sejati, lalu mempromosikan budaya dan etika salah dari
sekelompok manusia dari negara tetangga yang mengklaim mereka keluarga Nabi
s.a.w., padahal ilmu nasab dan genetik meragukan hal itu.
Sungguh menyedihkan bagi sebuah partai politik yang katanya
ingin membangun peradaban berpikir, tetapi justru khurafat dan budaya salah
atas nama agama yang ditampakkan.